PANDANGAN
ISLAM MENGENAI KONSEP AL- QUR’AN MENURUT MUSLIM LIBERAL
Abstrak
Al- Qur’an merupakan sumber pemikiran Islam dan landasan pokok dari
setiap permasalahan. Didalamnya mencakup perbendaharaan yang luas dan besar
bagi pengembangan kebudayaan umat manusia dan merupakan sumber ilmu yang terlengkap. Ia merupakan pedoman normatif-teoritis yang abadi bagi setiap umat.
Namun seiring berjalannya waktu, umat Islam semakin melalaikan Al-
Qur’an. Meletakkan Al- Qur’an sebagai sumber ilmu dan pedoman sekunder setelah
rasio. Bahkan dewasa ini banyak kita temui golongan yang menyalah artikan Al-
Qur’an dan membuat propaganda seputar Al- Qur’an.
Seiring dengan perkembangan Islam di zaman
modern, Muslim Liberal pun muncul dengan ideologinya yang mengusung tema
‘kebebasan’. Mereka banyak berkiprah dalam organisasi dan LSM (Lembaga Swadaya
Masyarakat) untuk berpolitik bersama menyerang Islam dan asas primernya yaitu
Al-Qur’an.
Muslim Liberalpun mulai menelurkan
argumen-argumen mereka tentang Islam dan konsep Al-Qur’an dan tafsirnya. Namun,
argumen mereka sama sekali tidak sesuai dengan hakikat Islam dan konsep hakiki
Al-Qur’an. Karena pendapat mereka penuh dengan propaganda dan kekeliruan.
Kata Kunci: Al-Qur’an, Muslim Liberal, Hakekat al-Qur’an
PENDAHULUAN
Telah banyak ulama yang
menjelaskan tentang konsep Al- Qur’an. Telah banyak pula ulama yang menafsirkan
Al- Qur’an ke dalam berbagai tema keilmuan. Mengingat Al-Qur’an merupakan
pedoman yang absolut bagi kehidupan setiap manusia. Dan landasan primer bagi setiap perbuatan sebelum akal.
Namun pada hakikatnya pemahaman
umat Islam tentang Al- Qur’an masih sangat kurang. Bahkan dewasa ini, masih banyak
umat Islam yang terjerumus ke dalam kesesatan karena salah memahami Al- Qur’an.
Permasalahan yang diangkat dalam
tulisan ini adalah tinjauan Islam perihal konsep Al- Qur’an menurut para Liberalis Islam. Mengingat
semakin maraknya kesalahpahaman umat Islam atas Al- Qur’an yang timbul karena
argumen para Liberalis, khususnya Liberalis Islam.
Fenomena kesalahpahaman tersebut
juga berakar dari minimnya pemahaman umat Islam zaman sekarang terhadap Al-
Qur’an. Maka dari itu diperlukan sosialisasi secara menyeluruh kepada masyarakat
muslim Indonesia perihal keagungan Al- Qur’an dan segala keutamaan Al- Qur’an,
agar tercipta masyarakat yang senantiasa menjaga Al- Qur’an dan mentadabburi
Al- Qur’an.
Dalam makalah ini, penulis ingin
mengkaji pandangan liberalis Islam tentang konsep Al- Qur’an dan bagaimana
Islam menyikapi pandangan tersebut. Karena banyaknya kesalahpahaman masyarakat Islam tentang Al-Qur’an. Dan mulai
marak munculnya oknum-oknum yang berencana merusak Al-Qur’an dan Islam.
Hakikat Konsep Al-Qur’an Al-Karim
Al- Qur’an Al-
kariim adalah sebuah kitab suci Allah SWT yang telah ia benamkan ke dalam
kalbu Rasulullah Muhammad SAW. Untuk memberi petunjuk kepada manusia dan
seluruh alam semesta.[1]
Ia disebut dengan Al- Qur’an karena ia mampu menghimpun dan mengompilasi
intisari dari semua kitab dan wahyu Allah yang sebelumnya telah diwahyukan
kepada Nabi- Nabi sebelum Nabi Muhammad SAW.[2]
Al- Qur’an Al-
kariim juga merupakan sumber dan pedoman yang sangat produktif untuk
meneguhkan keilmuan manusia, mengidupkan hati yang telah mati, serta
mengarahkan manusia menuju kecerdasan.[3]
Sebagaimana
sabda Rasulullah SAW :
“Aku telah meninggalkan padamu dua perkara,
yang jika kamu berpegang teguh kepadanya, maka kamu tidak akan tersesat
sesudahku, yaitu kitab Allah SWT dan Sunnah Rasul-Nya”[4]
Al- Qur’an
memiliki pengaruh yang luar biasa kepada setiap makhluk Allah, khususnya
manusia. Sebagaimana telah dijelaskan oleh Allah SWT dalam firmannya :
“Sekiranya Kami turunkan Al- Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti
kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah karena takut kepada Allah. Dan
perumpamaan- perumpamaan itu kami buat untuk manusia agar mereka berpikir”.
Keagungan Al-Qur’an membuat para sahabat begitu memuliakan Al-Qur’an, bahkan
para sahabat senantiasa mengamalkan Al-Qur’an dan meneladani setiap ayat yang
turun pada saat itu. Sahabat tidak belajar Al-Qur’an untuk menambah keilmuan
dan mengharap pahala. Namun para sahabat mempelajari Al-Qur’an untuk mentransformasi
nilai-nilai kebaikan dalam Al-Qur’an kedalam hidup mereka.
Allah SWT
telah memerintahkan kepada kita untuk senantiasa mentadabburi Al-Qur’an,
dan menjadikan Al-Qur’an sebagai tolak ukur dari setiap perilaku. Dan jika umat
Islam mampu mentadabburi Al-Qur’an dan mentransformasikan nilai Al-Qur’an
dengan baik dan benar, maka ia akan memberikan pengaruh yang luar biasa bagi
hidup setiap Muslim. Al-Qur’an dapat bertransformasi menjadi pedoman, obat
penawar, ensiklopedi, dan rahmat bagi mereka.[5]
Konsep Al-Qur’an dalam Prespektif Muslim Liberal
Sebelum kita
mengkaji lebih dalam tentang pandangan Muslim Liberal terhadap Al-Qur’an,
hendaknya kita memahami definisi Liberal dan Islam Liberal terlebih dahulu.
Berikut ini adalah penjelasan seputar Liberal dan Islam Liberal.
Definisi Liberal dan Islam Liberal
Kata liberal
diambil dari bahasa Latin liber yang artinya bebas dan bukan budak. Istilah ini lahir pada sekitar tahun 1512 ketika Raja John di Inggris
mengeluarkan Magna Charta, yang
mencatat beberapa hak yang diberikan Raja kepada bangsawan bawahan. Dan dengan
kata lain, charta ini akan membatasi kekuasaan raja dan memberikan kebebasan
kepada bangsawan bawahan.
Makna bebas inilah yang kemudian menjadi sikap kelas masyarakat terpelajar
di Barat yang membuka gerbang kebebasan berfikir (The Old Liberalism).
Dari sinilah kata liberal berkembang sehingga memiliki berbagai makna.
Sedangkan
‘Islam Liberal’ sendiri memiliki kaitan erat dengan paham Liberalisme. Paham
ini lahir saat para cendikiawan Barat berupaya melakukan suatu gerakan yang diberi nama Liberalisasi
Pemikiran Islam.
Liberalisasi Pemikiran Islam adalah suatu gerakan yang lahir dan
berkembang di Barat. Gerakan ini dipengaruhi cara berpikir manusia Barat
sekuler.ketika paham ini menyerang pemikiran Islam, manusia bebas menafsirkan
agama sesuai pemikirannya masing-masing. Serta manusia cenderung ingin bebas
dari tuhan. Sehingga perkara yang jelas haram menjadi halal, dan perkara yang
jelas wajib menjadi sunnah, dan seterusnya.
Tren Islam Liberal ini ternyata bukan berasal dari anak muda yang
mengalami pubertas intelektual. Tapi setelah diidentifikasi, ternyata aliran
ini dikembangkan oleh tokoh-tokoh
cendkiawan Islam yang tidak muda lagi, seperti Jalaludin rahmat, Asghar
Ali, Mohammed Arkhoun, Nurcholis Madjid, dan lain sebagainya.[6]
Gerakan
Liberalisasi Pemikiran Islam ini telah menghabiskan banyak dana, namun masih
belum cukup untuk mem-Barat-kan Islam. Proyek Liberalisasi Pemikiran Islam ini mencakup upaya untuk membongkar aspek
teologi dan epistemologi sehingga mampu merubah keyakinan umat Islam terhadap
Al- Qur’an, Hadits, Hari Akhir, Otoritas Agama, dan Hukum Islam.
Strategi lain
yang dilakukan para Muslim Liberal adalah dengan mengubah penafsiran Al- Qur’an, menyebarkan paham Pluralisme Agama,
menjadikan kesetaraan gender sebagai neraca kemajuan serta menanamkan paham
relativisme[7]
ke dalam hati umat Muslim.[8]
Pandangan Muslim Liberal terhadap Al-Qur’an
Muslim Liberal
berpendapat bahwa tafsir yang menjadi pedoman para Ulama bersifat relatif. Para
Muslim liberal juga sangat anti terhadap fatwa Majelis Ulama ataupun
sejenisnya. Mereka menganggap bahwa orang- orang seperti Al- Qaradhawi dan
Sayyid Quthb adalah orang yang sesat dan menyesatkan karena memberi fatwa.[9] Karena mereka menganggap ulama yang memberi fatwa hanyalah manusia
biasa yang pendapatnya tidak wajib dilaksanakan.[10]
Sudah banyak Ulama yang melakukan kritik terhadap pemikiran para Muslim Liberal
yang melenceng. Namun hal tersebut tidak pernah membendung usaha mereka untuk terus menciptakan keraguan umat Muslim atas hakikat
Islam.
Jika kita mencermati berbagai fenomena tentang perkembangan paham
liberal dikalangan umat Islam, setidaknya ada 3 aspek penting yang dewasa ini
sedang mengalami Liberalisasi, yaitu Syari’at Islam, Aqidah Islam, Al-Qur’an dan Tafsir Al-Qur’an.
Dewasa ini gerakan desakralisasi[11]
dan dekonstruksi[12]
Al-Qur’an melalui berbagai tulisan rupanya sudah mulai merambah. Telah banyak
aksi studi kritis terhadap Al- Qur’an yang dilakukan oleh beberapa institusi Islam di Indonesia.
Hal ini berakar dari liberalisasi yang sedang merajalela. Bahkan karena
asas HAM, manusia rela menginjak-injak kesucian Al-Qur’an, dan meragukan
otentisitas Al-Qur’an. Dan yang lebih parah, mereka menganggap Al-Qur’an
sebagai produk buatan manusia. Berikut ini
pedapat beberapa Muslim Liberal tentang Al-Qur’an dan tinjauan Islam terkait pendapat tersebut:
1). Pendapat Muhammad
Ali
Muhammad Ali adalah dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia juga alumnus MSc Islam dan Politik Edinburg,
Inggris. Ia memiliki pandangan pluralism yang sangat kental. Ia menilai
bahwa Al-Qur’an merupakan fondasi
otentik pluralisme. Ia berpendapat bahwa Al-Qur’an telah mengakui perbedaan
bahasa dan warna kulit, kemajemukan suku, dan membiarkan sinagog, gereja, dan
biara berdiri kokoh. Bahkan ia menilai bahwa Al-Qur’an mengakui kebebasan
berkeyakinan. Ia juga berpendapat bahwa penganut Yahudi, Islam dan Kristen
adalah saudara seiman dan sebapak, yaitu Ibrahim.
Dalam bukunya yang berjudul “Lubang Hitam Agama” ia mencetuskan beberapa
argument yang menohok umat Islam. Dalam bukunya tersebut ia menuliskan bahwa
Al-Qur’an tak lain adalah perangkap yang dipasang bangsa Quraisy.
Kemudian ia menambahkan dalam tulisannya, “bahwa penjelasan Al-Qur’an
sebagai firman Allah SWT sungguh tidak memadai. Baik proses terbentuknya
Al-Qur’an maupun aspek material dalam Al-Qur’an sungguh dipenuhi ambivalensi.
Karena itu, tidak tepat bila Al-Qur’an disebut kitab suci yang sakral dan
dimitoskan.”[14]
Ia juga melakukan kritik dan reaktualisasi tafsir Al-Qur’an tentang
kisah Nabi Luth dan konsep pernikahan, yaitu Al-Qur’an surat Al- A’raf ayat
80-84. Ia mengemukakan bahwa ayat tentang pengharaman nikah sesama jenis
hanyalah untuk kepentingan Nabi Luth saja, yang gagal menikahkan anaknya dengan
dua laki-laki yang homoseksual.
Dia menulis dalam bukunya sebagai berikut, “Karena keinginan untuk menikahkan putrinya tidak tercapai, tentu Luth
amat kecewa. Luth kemudian menganggap kedua lelaki tersebut tidak normal. Istri
Luth bias memahami keadaan kedua lelaki homoseksual tersebut dan berusaha
menyadarkan Luth. Namun istri Luth malah dianggap melawan suami. Kenapa Luth
menilai buruk kedua pria tersebut? Sejauh yang saya tahu, Al-Qur’an tidak
member jawaban yang jelas. Dan kebencian Luth terhadap homoseksual hanyalah
karena faktor kecewa dan salah paham”[15]
Apabila kita kaji secara seksama, tentu saja tafsir Sumanto Al- Qurthuby
tersebut bertentangan dengan agama Islam dan Al-Qur’an yang begitu memuliakan
Nabi Luth sebagai utusan Allah SWT. Perihal kisah Nabi Luth itu sendiri,
Al-Qur’an sudah memberikan gambaran yang jelas tentang bagaimana terkutuknya
kaum Luth yang merupakan pelaku homoseksual.
3). Pendapat Zuhairi
Miswari Lc
Ia adalah pemuda yang aktif di dunia kepenulisan. Ia menjadi pimpinan
redaksi buletin INFORMATIKA, ia juga menjadi redaktur majalah QOLAM, dan saat
ini ia mendirikan LSIP ( Lembaga Studi Islam Progresif). Dalam organisasi
tersebut ia aktif menyuarakan liberalisme Islam dan pluralisme agama.
Ia pernah menulis artikel di harian Republika pada 8 Desember dengan
judul pluralisme berbasis Al-Qur’an.
Ia berargumen dalam artikelnya tersebut bahwa dalam surat Al- Baqarah ayat 62,
telah dijelaskan secara eksplisit bahwa umat agama-agama lain akan masuk
surga. Maka dari itu, orang-orang
beriman, Yahudi, Kristen, dan Sabi’in tidak perlu bersedih.
Beberapa saat setelah itu, argumen tersebut ditanggapi oleh DR.
Syamsudin Arif, Doktor Pemikiran Islam, ISTAC, Kuala Lumpur, Malaysia. Ia
menulis artikel di harian yang sama dengan judul Misinterpretasi ayat pluralisme. Syamsudin menuturkan, “Untuk memperoleh pemahaman yang jujur dan jernih perihal ‘ayat
pluralisme’, sebaiknya kita tidak mengabaikan konteks siyaq, sibaq,serta lihaq
ayat tersebut. Mari kita lihat konteks ayat yang mendahuluinya, yaitu Al-
Baqarah ayat 41-68.
Secara eksplisit Allah SWT mengecam sikap dan perilaku ahlu kitab yang
ingkar, gemar memelintir kebenaran, menuruti hawa nafsu, mempermainkan agama,
dan menimbulkan permusuhan.
Dan selanjutnya mari kita lihat ayat yang mengikutinya, terutama surat
Al- Maidah ayat 78-86 yang menjadi konteks lihaq
‘ayat pluralisme’ dalam ayat tersebut telah dijelaskan bahwa Allah akan
menyanjung umat Yahudi dan Nasrani, apabila mereka mau beriman kepada Nabi
Muhammad SAW.” [16]
Dari sini sudah sangat jelas bahwa tafsir Zuhairi ini bertentangan
dengan prespektif islam dan pandangan Al-Qur’an. Para Ulama pun bertanya-tanya,
dimana letak keistiwaan Islam apabila semua agama akan selamat? Selain itu,
dalam surat Ali ‘Imran ayat 85 telah dijelaskan bahwa orang orang yang
menentang agama Islam akan merugi di Akhirat:
“Dan
barangsiapa yang mencari agama selain Islam,dia tidak akan diterima, dan di
akhirat ia termasuk orang-orang yang merugi”.[17]
Abu Zayd adalah seorang Muslim Liberal yang aktif dalam melakukan
studi kritis terhadap Al- Qur’an.Bahkan dalam studi terbarunya, ia
memperkenalkan metode baru tentang kritik nalar Al-Qur’an. Metode ini diadopsi dari hermeneutika. Yaitu metode pembedahan dan studi
kritis Bibel yang awalnya tumbuh dari tradisi
Kristen, yang kemudian berkembang di kalangan filsuf Barat.
Tak hanya itu,
untuk mendukung metodenya tersebut, Abu Zayd juga merasa prlu untuk mereposisi
dan mendekonstruksi Al-Qur’an serta konsepnya sebagai Kalamullah.
Ia memposisikan Al-Qur’an sebagai wahyu yang selama 22 tahun telah
berbaur dengan unsur budaya lokal, dan karena itu, Al-Qur’an mengandung unsur manusiawi yang berhak dikritik.[19]
Hal ini jelas sekali salah menurut pandangan Islam. Karena hakikat
Al-Qur’an adalah kitab suci yang abadi, serta pedoman hidup yang tidak mengenal
waktu dan tempat. Dan Al-Qur’an diciptakan untuk memecahkan permasalahan umat
di segala periode. Maka apabila seorang Muslim ingin memecahkan problematika
hidupnya, ia harus banyak menggali ilmu dan mentadabburi Al-Qur’an.[20]
5). Pendapat Jalaludin
Rahmat ( Kang Jalal)
Sebelum menjadi Liberalis
Muslim, Jalaluddin terkenal sebagai tokoh Syi’ah Indonesia. Namun setelah
bukunya yang berjudul Islam Alternatif
dan Islam Aktual terbit di Mizan, ia akhirnya beralih menjadi seorang Liberalis.
Argumen Kang Jalal tentang Al-Qur’an tercermin jelas saat ia menjelaskan
konteks makna kafir dalam Al-Qur’an. Ia berpendapat bahwa kata kafir dan deviasinya dalam Al-Qur’an selalu didefinisikan sebagai
akhlak yang buruk. Dalam Al-Qur’an, kafir tidak pernah didefinisikan sebagai
kalangan non-muslim. Definisi kafir sebagai non-muslim hanya terjadi di
Indonesia saja. Jadi, ia berpendapat bahwa kafir adalah label moral dan bukan
label akidah.
Argumen tersebut sangat jelas bertentangan dengan konsep Islam dan
Al-Qur’an. Karena karena Islam sendiri telah mengajarkan
kontradiksi antara benar dan salah. Begitupula kontradiksi antara Muslim dan
Kafir yang telah banyak dijelaskan dalam Al-Qur’an.[21]
6). Pendapat A.
Moqsith Ghazali
Ia menulis
buku berjudul Metodologi Studi Al-Qur’an, pada bulan Desember 2009
bersama Luthfi Syaukani, dan Ulil Abshar Abdalla[22].
Bukunya berisi bertujuan untuk menyebarkan keraguan dan kerancuan seputar
otritas dan autentisitas mushaf Utsmani, mendekonstruksi konsep wahyu, dan
pembaharuan metodologi Tafsir Al-Qur’an.
Pendapat
petamanya adalah adanya kesalahan gramatikal dalam beberapa ayat Al-Qur’an,
seperti An-Nisa ayat 162:
لّٰكِنِ الرّٰسِخُونَ فِى الْعِلْمِ مِنْهُمْ وَالْمُؤْمِنُونَ
يُؤْمِنُونَ بِمَآ أُنزِلَ إِلَيْكَ وَمَآ أُنزِلَ مِن قَبْلِكَ ۚ وَالْمُقِيمِينَ
الصَّلَوٰةَ ۚ وَالْمُؤْتُونَ الزَّكَوٰةَ وَالْمُؤْمِنُونَ بِاللَّـهِ
وَالْيَوْمِ الْءَاخِرِ أُولٰئِكَ سَنُؤْتِيهِمْ أَجْرًا عَظِيمًا
Ia menganggap bahwa Al-Qur’an
adalah kitab biasa yang mengandung kesalahan gramatikal. Ia juga mencampur
adukkan hermeneutika dengan tafsir Al-Qur’an.
Ia juga
mengkritik metode tafsir Al-Qur’an klasik dan menawarkan metode tafsir
alternatif. Ia memandang rendah tafsir Al-Qur’an klasik di dalam bukunya. Ia
menilai bahwa metode lama terlalu memandang sebelah mata terhadap kemampuan
akal publik dalam menyulih atau bahkan menganulir ketentuan legal dalam islam
yang tidak relevan.
Ia juga
berpendapat bahwa metodologi tafsir Al-Qur’an klasik kurang menghiraukan
kemampuan manusia untuk merumuskan konsep kemaslahatan walau untuk umat itu
sendiri. Selain itu, ia juga memandang bahwa tafsir klasik terlalu kaku dan
mengabaikan realitas.
Rasyid Ridha
akhirnya angkat bicara dan mulai mengomentari pendapat A. Moqsith Ghazali yang
sangat keliru tersebut.
“Para musuh
Islam gegabah mengklaim adanya kesalahan gramatikal dalam Al-Qur’an . ini
adalah suatu kedunguan dan kejahilan. Hanya karena berpatokan pada kaidah
nahwu, padahal nahwu hanya menyimpulkan fakta bahasa dan bukan di baliknya.
Kalau kaidah nahwu itu tidak mampu mengakomodasi penuturan orang Arab asli, itu
karena kelemahan nahwu. Karena semua bentuk penuturan orang Arab adalah bahasa
Arab yang fasih”.[23]
Tinjauan Islam
Tentang Konsep Al-Qur’an Menurut Liberalis Islam
Kesimpulan
Nasr Hamid bahwa Al-Qur’an adalah produk budaya tidak tepat. Ketika diturunkan
secara gradual, Al-Qur’an ditentang dan menentang budaya Arab jahiliyah saat
itu. ketika menyampaikan agama Islam, Rasulullah SAW ditentang dengan menuduh
Rasulullah sebagai orang gila lalu Allah berfirman dalam surat Al-Hijr ayat 6
yang artinya:
“Mereka
berkata: Hai orang-orang yang diturunkan Al-Qur’an kepadanya, sesungguhnya kamu
benar-benar orang yang gila.”[24]
Sebab
Kesalahan Muslim Liberal Dalam Mengkaji Al- Qur’an Dan Tafsir Dalam Prespektif
Islam
Kita telah
mengkaji beberapa pedapat dan argumen para Liberalis Muslim tentang Al-Qur’an
baik secara teks maupun kontekstual. Kesalahan pada pandangan Liberalis Muslim terhadap Al-Qur’an berakar dari ketidakpahaman atas konsep Al-Qur’an dan hakikat agama
Islam. Berikut ini beberapa sebab kesalahan presepsi Muslim Liberal tentang
Al-Qur’an, diantaranya:
Pertama, Mencampuradukkan antara penggunaan hermeneutika
dan tafsir Al-Qur’an tanpa
memperhatikan bahaya yang timbul saat kedua metode ini digabungkan. Dengan kata
lain, Muslim Liberal menyamakan kitab suci Al-Qur’an dengan kitab suci kaum
Nasrani.
Kedua, Muslim Liberal
tidak mengkaji Al-Qur’an secara menyeluruh dan tidak memperhatikan konteks ayat
yang mendahuluinya (sibaq), konteks ayat setelahnya (lihaq).
Sehingga banyak timbul kesalahpahaman atas konteks Al-Qur’an.
Ketiga, Ketidakpahaman
kaum Liberalis terhadap Islam dan Al-Qur’an yang pada akhirnya membuat mereka
menerima doktrin dan paham yang salah dari barat dan bahkan berusaha
memadukannya ke dalam Islam.
Keempat, Para Liberalis
menafsirka Al-Qur’an bukan atas dasar tadabbur dan tidak didasari hati
yang bersih. Sehingga nilai penafsirannya cenderung bersifat kritis dan
menjatuhkan Islam.
Kelima, Selain itu, sebagai
seorang mufassir , mereka masih belum memenuhi syarat dan masih banyak
aspek keilmuan yang masih belum mereka kuasai. Karena lazimnya seorang mufassir
setidaknya harus benar benar paham tentang 10 aspek keilmuan dalam Al-Qur’an.
Seperti Ilmu bahasa Arab, Ilmu Fiqh, Ilmu Ushul Fiqh, Ilmu Psikologi dan Antropologi,
Ilmu Biologi, Ilmu Alam Semesta, Nasikh dan Mansukh, Ilmu
Qira’at, dan Sejarah Peradaban Islam,Asbabun Nuzul , dan lain
sebagainya.[25]
Demikian kita telah mengetahui letak kesalahan presepsi Muslim Liberalis
tentang Al-Qur’an, serta mengetahui sebab kesalahan tafsir dan presepsi Muslim
Liberal. Maka dari kesalahan ini, kita perlu lebih berhati-hati dalam menyikapi
setiap hal , terlebih hal yang berhubungan dengan Aqidah dan Syari’at.
Cara Menangkal Arus Liberalisasi Islam
Memang cukup sulit menyikapi arus liberalisasi yang menyebar di sekitar
kita, terlebih jika arus yang menyebar adalah presepsi dan pandangan menyimpang
mereka tentang Al-Qur’an dan agama Islam. Karena, apabila kita terbawa arus
tersebut, maka kita termasuk golongan orang yang menafikan keagungan Al-Qur’an
dan menafikan Islam sebagai agama yang benar.
Maka berikut ini cara untuk menangkal dan menyikapi arus Liberalisasi
yang sedang menyerang Al-Qur’an:
a. Memposisikan Al-Qur’an sebagai asas primer
pendidikan Islam, diatas segala asas.
b. Menjadikan Al-Qur’an sebagai ‘manual
guide’ bagi hidup manusia dalam menjalani hidupnya.
c. Menjadikan Al-Qur’an sebagai laboratorium
dan media eksplorasi rahasia alam semesta.
d. Memposisikan Al-Qur’an sebagai pedoman dan
landasan hukum social bagi para Mukmin.
e. Serta mempererat komitmen untuk beriman
kepada Al-Qur’an dan Rasulullah SAW yang telah membawa kita menuju masa yang
bercahaya.[26]
Selain kelima langkah tersebut, kita pun perlu mensosialisasikan
pemahaman tentang Al-Qur’an ke tengah masyarakat awam. Agar nantinya tidak ada
lagi generasi yang rusak karena ketidakpahaman mereka tentang Islam dan
Al-Qur’an. Terlebih lagi, sasaran Liberalisasi adalah masyarakat yang masih
belum paham tentang hakikat Islam dan generasi muda yang masih dipenuhi gejolak
mencari kebebasan.
Selain itu, kita juga harus memahamkan kepada masyarakat bahwa konsep
kebebasan dalam Islam sebenarnya adalah Ikhtiyar. Yang akar katanya
berasal dari khayr (kebaikan), artinya bebas memilih antara yang baik
atau yagng buruk. Namun ketika memilih, kita juga harus memilih dengan
dilandasi ilmu.
Karena ketika kita tidak tahu mana yang baik dan mana yang buruk, kita
tidak akan bisa menentukan pilihan. Maka sebagai generasi muda yang berilmu,
hendaknya kita mempu menjaga diri dan umat Islam dari arus Liberalisasi yang
menyerang Islam dan jantung agama Islam yaitu Al-Qur’an dengan cara
menghidupkan Al-Qur’an, khususnya ke tengah masyarakat.
KESIMPULAN
Setelah kita
mengkaji pemikiran tokoh-tokoh Muslim Liberal tentang Al-Qur’an, kita dapat
menyimpulkan bahwa pemikiran mereka tentang Al-Qur’an sama sekali tidak sesuai
dengan hakikat Islam dan Al-Qur’an. Mereka
mengkaji Al-Qur’an dengan menggunakan metode yang menyimpang dan salah kaprah.
Kesalahan pada tafsir dan kajian Liberalis terhadap Al-Qur’an disebabkan
karena ketidakpahaman mereka akan Islam dan Al-Qur’an. Hal ini juga dilandasi
atas visi mereka untuk memunculkan keraguan umat Islam terhadap Al-Qur’an.
Maka dari itu, upya yang harus kita lakukan adalah kembali menghidupkan
generasi Qur’any ke tengah masyarakat dengan mensosialisasikan Al-Qur’an dan
memberikan pemahaman mendalam kepada masyarakat awam dan remaja. Agar tidak
terjadi kesalahpahaman remaja dan masyarakat terhadap Al-Qur’an yang berujung
pada kesesatan.
Serta berusaha meneladani tadabbur Al-Qur’an ala sahabat
Rasulullah SAW yang senantiasa mengamalkan ayat Al-Qur’an setelah menghafalnya.
Serta menghidupkan Al-Qur’an dan menjadikan Al-Qur’an sebagai akhlak dan
pedoman hidup mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Mohammad Achyat. 2013. Liberalisasi Islam di Pesantren. cetakan I. Pustaka Sidogiri.
Gullen,
Muhammad Fethullah. 2011. Adhwa-un Qur’aniyyatun fii sama’i Al- Wijdani.
cetakan I. Penerbit Republika.
Handrianto,
Budi. 2007. 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia. cetakan II. Hujjah Press.
Harb, Ali. 2012. Nalar kritis Islam Kontemporer. cetakan I. Penerbit Diva Press.
Ismail, Muhammad. 2013. Bunga Rampai Pemikiran Islam. cetakan I. Gema Insani.
Jaiz, Hartono Ahmad. 2002. Aliran
dan Paham Sesat di Indonesia. cetakan I. Pustaka Al-Kautsar.
May, Asmal. 2015.
Melacak Peranan Tujuan Pendidikan dalam Prespektif Islam. Jurnal
TSAQAFAH. Universitas Darussalam Gontor. volume 11 nomor 2
Salim, Fahmi. 2013. Tafsir Sesat. cetakan I. Jakarta. Gema
Insani.
Zarkasyi, Hamid
Fahmy. 2008. Liberalisasi Pemikiran Islam. Cetakan I. CIOS.
Agustin, Risa.
Kamus Ilmiah Populer.
Arif,
Syamsuddin. 2008. Orientalis dan Diabolisme Pemikiran. Cetakan I. Gema
Insani
Armas, Adnin.
2005. Metodologi Bibel dalam Studi Al-Qur’an. Cetakan I. Gema Insani
Rahman, Daden
Robi. 2010. Infiltrasi Hermeneutika Terhadap Tafsir Ayat-Ayat Ahkam.
Cetakan I. Ponorogo. CIOS
Al Baqy, Muhammad
Fu’ad Abdul. 2007. Al Mu’jam Al Mufahros. Kairo. Dar Al Hadits
[1] Muhammad Fethullah Gullen, Adhwa-un Qur’aniyyatun fii sama’i Al-
Wijdani, cetakan I, 2011, penerbit Republika, hal 7
[4] Asmal May, Melacak Peranan Tujuan
Pendidikan dalam Prespektif Islam, Jurnal TSAQAFAH, Universitas Darussalam
Gontor, volume 11 nomor 2, hal 219
[6] Hartono
Ahmad Jaiz, Aliran dan Paham Sesat di
Indonesia, cetakan I, 2002, Pustaka Al- kautsar, hal 236.
[10] Syamsyudin Arif, Orientalis dan Diabolisme Pemikiran, cetakan
II, 2008, Gema Insani, Jakarta, hal 117
[12] Upaya
membongkar sebuah konsep yang terkonstruk ke dalam metafisika kehadiran. Metode
pendekatan upaya ini adalah dengan Gramatologi/ membongkar teks, dan diferansi
/ kerja membedakan dalam konsep ruang dan memandang konteks waktu dan kehadiran
(Adnin Armas, Pluralisme Agama, Jakarta, INSIST, 2013, hal 130)
[13] Salah satu tokoh Muslim Liberal
Indonesia, ia merupakan Pelopor ILHAM/
Institut Lintas Humaniora dan Islam, ia juga aktif dalam organisasi sosial
keagamaan seperti Jaringan Islam Liberal, Jaringan Emansitoris P3M, dan
koordinator Program Lakspekdam NU Jawa Tengah.
[18] Ia memiliki nama lengkap Nasr Hamid
Abu Zayd, ia merupakan intelektual Mesir dan Liberalis yang aktif
dalam studi mengkaji Al-Qur’an. Bahkan dalam studi terbarunya, ia
memperkenalkan metode baru tentang kritik nalar Al-Qur’an.
[19] Mohammad Achyat Ahmad, Liberalisasi
Islam di Pesantren,cetakan I, 2013, Pustaka Sidogiri, hal 244.
[22] Ulil merupakan pendiri sekaligus koordinator
Jaringan Islam Liberal (JIL) yang aktif dalam menyuarakan liberalisasi tafsir
Al-Qur’an. Ulil menuai banyak kritik, dan atas kiprahnya mengusung gagasan
pemikiran Islam Liberal itu, Ulil disebut sebagai pewaris pembaharu pemikiran
Islam melebihi Nurcholish Madjid.(Budi Handrianto, 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia,
cetakan II,
Jakarta, 2007,
Hujjah Press hal
262)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar