Identitas Buku
Judul Asli : The Gay Archipelago
Judul
Terjemahan : Seksualitas dan Bangsa
Indonesia
Penulis : Tom Boellstorff
Editor : Dede Oetomo
Penerbit : Princeton University Press
Tebal Buku : xvii +286 hal
Kota Terbit : Inggris
Tahun Terbit : 2005
Antara Antropologi, Seksualitas dan Bangsa Indonesia
Ikhtisar dari
buku ” The Gay Archipelago”
Tentang
penulis
Buku ini merupakan buku
pertama yang mengeksplorasi kehidupan laki-laki gay di Indonesi buat oleh
seorang berkebangsaan Amerika yaitu Tom Boellstroff. Tom adalah seorang Amerika
yang dibesarkan di sebuah desa terpencil di Nebraska, dimana ia jarang untuk
bisa menemukan cara kehidupan lain. Di umur 18 th, ia berpindah tempat tinggal
ke California dengan tujuan untuk masuk ke Universitas Stanford dan mendalami
dalam Ilmu Antropologi. Di sanalah ia mulai
mengikuti berbagai organisasi salahsatunya organisasi dibidang pencegahan HIV
(virus penyebab AIDS), dan disitu pula ia mulai membuka identitas dirinya yang
sesungguhnya sebagai seorang Gay.
Pada tahun 1992, di
usianyan ke 23, untuk pertama kalinya Tom menginjakkan kakinya ke Indonesia
untuk bekerjasama dengan orang Gay Indonesia di bidang kesehatan dan hak asasi
manusia. Tujuan lainnya adalah untuk meneliti lebih dalam tentang kehidupan Gay
Indonesia, serta mengetahui sejarah dan konteks kontemporer kehidupan gay di
Indonesia.
Dibuatnya buku ini untuk
mendukung studinya dalam bidang antropologi, dan iapun berniat membuat buku ini
untuk para antropolog dan mengambil sampel atau
objek penelitian di Indonesia yang dikhususkan di kota-kota tertentu seperti
Surabaya, Makassar dan Bali. Buku ini merupakan hasil penelitian studi
antropologis tentang kebudayaan dan kehidupan sehari-hari orang gay di
Indonesia.
Ikhtisar buku
Buku ini
merupakan buku terjemahan “seksualitas dan bangsa Indonesia” dengan judul
aslinya “The Gay Archipelago” yang berhasil diterbitkan oleh Princeton
University Press di Inggris pada tahun 2005. Buku yang memiliki tebal 286 hal
ini dikarang oleh Tom Boellstroff yang ia nyatakan sebagai kajian hasil studi
antropologis tentang kehidupan dan kebudayaan sehari-hari orang Gay di
Indonesia untuk menunjang studinya dibidang antropologi.
Kebanyakan orang akan membayangkan
kalau buku ini berisi tentang kahidupan gila orang kalangan elit, novel atau
perjalanan hidup seseorang, namun buku ini menyelidiki sejarah homoseksualitas di
Indonesia juga tentang bagaimana identitas kaum gay dan lesbian dijalankan
dalam sehari-hari sampai tempat para komunitas gay dan lesbi di Indonesia
bertemu.
Kehidupan gay dan lesbi di Indonesia
dimulai sejak lengsernya pemerintahan orde barunya Soeharto pada tahun 1988,
karena ketika itu era reformasi pasca Soeharto telah melihat kebebasan pers dan
kebangkitan masyarakat sipil dan pada saat itulah posisi subjek gay dan lesbi
terbentuk, pembangunan menggantikan revolusi sebagai kata kunci negara. Selain
sejarah Indonesia yang dikaitkan dengan kehidupan gay adapula pembahasan mengenai
ritual dan drama masyarakat Indonesia yang diindikasikan terdapat hubungannya dengan
kehidupan para gay sebagai contoh kedudukan seorang “bissu” adalah sebuah
jelmaan masa lalu dari “waria”.
Konsep Sulih Suara Budaya yang ada dalam buku ini bertujuan membangun sebuah teori yang bisa menjelaskan tentang hubungan
yang tergantung, retak, sebentar-sebentar, namun bepengaruh kuat antara
globalisasi dan subyektifitas. Teori sulih suara budaya ini merupakan dasar
analisis Tom tentang inkonsistensi seksualitas dan bangsa di negara Indonesia pascakolonial.
Pada bagian kedua dari
buku ini yang berjudul Membuka Dunia Gay dan Lesbian, Pembahasannya berisi
tentang dunia para kaum gay dan lesbi, untuk lebih mendalami bagaimana
subyektifitas-subyektifitas gay dan lesbi dialami, bab ini mengeksplorasi
tentang seks, nafsu, cinta, dan hubungan, termasuk perkawinan heteroseksual. Disini di jelaskan pula dengan detail tentang identitas dan perilaku, bukan membahas tentang
praktek-praktek seksualnya, karena tulisannya lebih fokus pada posisi subyek
atau subyetifitas gay dan lesbi.
Dalam pembahasan lainnya
yang fokus pada geografi dunia gay dan lesbi, menyebutkan bahwa geografi dunia
gay dan lesbi merupakan -sebuah geografi penerimaan- dan “peran spasialisasi
dalam reproduksi sosial”/ bagaimana menjadi gay dan lesbi dipengaruhi oleh
unsur spasial dalam dominasi, oleh hubungan ruang dan nafsu: nafsu beroperasi
melewati ruang, dan ruang “melepaskan nafsu”. Juga terdapat pembahasan tentang geografi
dunia gay/ tempat-tempat yang dikunjungi dalam praktek-prakteknya, contoh: mal,
disko, tempat domestik(salon, rumah dan kos), acara-acara yang sering diadakan,
organsasi-organisasi untuk menampung ide-ide para anggotanya.
Gaya nasional, adalah gaya dan cara sudah lama merupakan
istilah populer di nusantara. Kepedulian “gaya” merupakan salah satu cara pokok
dimana”orang asli” Hindia Belanda menafsirkan diri mereka berbeda dengan
penjajah-penjajah Belanda. Bab ini menguji tentang bagaimana menjadi gay/
lesbi dengan “gaya nusantara” dikhususkan pada praktik-praktik non-seksual
dimana perasaan orang Indonesia mewujudkan kedirian menjadi gay atau lesbi/
pembahasan gaya dari segi ”performativitas”. Setelah itu akan ada pembahasan tentang maskulinitas juga feminitas yang gamblang
diikuti dengan segala sifat-sifat juga batasan-batasan
yang ada.
Di bagian ketiga dari buku ini yang bertema
seksualitas dan bangsa, meneliti tentang
apa artinya menjadi gay atau lesbi dalam kehidupan sehari-hari, yang dibangun
dari diskusi sejarah, media massa, dan globlisasi dan bab ini lebih meneorikan
seksualitas dan bangsa. Adapula wawasan nusantara, yang mana ini dianggap
mengimplikasikan bahwa semua kawasan memiliki status setara, tetapi
superioritas politik dan ekonomi yang nyata tentang Jawa. Wawasan nusantara
mudah digambarkan sebagai garis konseptual yang mengelilingi seluruh pulau
Indonesia. Juga pembahasan mengenai asas kekeluargaan, kedirian nusantara, dll.
Satu perbedaan menurut
penulis antara laki-laki gay dan perempuan lesbi adalah bahwa perempuan lesbi
lebih sering merasa bahwa Barat merupakan tempat yang lebih buruk dibandingkan Indonesia. Ini disebabkan oleh
kekerasan domestik yang dialami oleh banyak perempuan
Indonesia, dikombinasikan dengangan gambaran hollywood tentang barat sebagai tempat
kekerasan yang tak terkendalikan.
Di akhir tulisannya
terdapat statemen yang agaknya sangat jarang didengar oleh masyarakat umum
Indonesia tentang hakekat budaya yang menjadi kesimpulan umum dari sang
penulis untuk kaum gay Indonesia yang berbunyi “Budaya adalah sesuatu yang diciptakan manusia dan dipercayai. Ada orang yang telah
menciptakan (gay) disini, di Indonesia, dan percaya dengan
apa yang mereka ciptakan. Jadi, gay adalah bagian dari budaya Indonesia.
Penjelasan yang di jabarkan didalam buku ini sangatlah mendetail, termasuk
pembahasan historisnya bahkan bukti dari lapangan yang berusaha disampaikan
oleh penulis terkesan konkrit. Buku ini cocok bagi orang yang ingin mendalami
pengetahuannya tentang kajian antropologi khususnya dibidang gay yang ada di
Indonesia
Seringkali bahasa yang digunakan dalam penyampaian di buku
ini kurang jelas karena terdapat bahasa/ istilah-istilah yang sekiranya susah
di fahami/ asing, bahkan bisa dibilang orang yang membaca akan
merasa risih karena terdapat pada banyak pembahasan yang didalamnya terlalu fulgar dan kurang mendidik. Juga mungkin dikarenakan buku ini adalah buku terjemahan, bahasa yang
dipakai dalam penerjemahan terkadang kurang sesuai dengan buku aslinya.
Buku ini merupakan karya tulis antropologis yang bertemakan gay yang ada di
Indonesia, disini kita dapat mengambil banyak pengetahuan mengenai kaum gay
Indonesia dari sisi historis, kehidupan, ataupun pendapat-pendapat mereka
mengenai diskriminasi yang mereka rasakan yang dilakukan oleh sebagian besar
masyarakat Indonesia selain kaum LGBT.
Buku ini
mengajarkan kita agar dapat memahami bahwa di Indonesia terdapat golongan
masyarakat yang sebenarnya sangat memerlukan uluran bantuan dari kita, bantuan
disini bukan berarti kita harus menuruti keinginan/ misi-misi yang mereka
inginkan seperti status mereka yang ingin diakui oleh Negara, memberikan
keluasan hak asasi manusia, legalisasi pernikahan sesama jenis dll. Sebenarnya ini
bukan lah hak asasi manusia yang sesungguhnya, karena hak asasi manusia adalah
menempatkan suatu hak pada tempatnya dan sesuai fitrahnya. Seperti yang tertera
dalam UU No.1 Th 1974 tentang perkawinan, bahwa perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita ....
sebenarnya hak asasi manusia yang selalu mereka elu-elukan hanyalah bentuk lain
dari nafsu yang telah melampaui batas.
Dengan statemen mereka bahwa gay
adalah bagian dari budaya Indonesia, membuktikan betapa radikalnya ideologi mereka sampai mengkaitkan segala
sesuatu dengan misi-misi yang mereka usahakan untuk mempertahankan dan
memajukan kaum LBGT.
Disinilah kita sebagai
orang yang memahami arti sesungguhnya dengan hak asasi manusia dan faham dengan
konsep fitrah manusia, kiranya dapat memberikan kontribusi untuk masalah yang
sedang menjamur, tumbuh dengan subur di negara Indonesia yang keadaannya bisa
kita ukur dengan dibuatnya buku ini, karena yang terpenting dalam hal ini
adalah menyadarkan mereka tentang fitrah manusia dan kemanusiawian yang
sesungguhnya, dengan harapan mereka dapat hidup seperti yang di cita-citakan
oleh pejuang bangsa Indonesia yaitu menjadikan masyarakatnya bermartabat dan
berbudi luhur, tanpa adanya diskriminasi-diskriminasi yang mana akan menjadikan mereka mencari jalan
baru untuk menyebarluaskan faham LGBT.
Wallahu a’lam bishawwab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar