Kamis, 12 Mei 2016

The Gay Archipelago

Identitas Buku
Judul Asli                    : The Gay Archipelago
Judul Terjemahan        : Seksualitas dan Bangsa Indonesia
Penulis                         : Tom Boellstorff
Editor                          : Dede Oetomo
Penerbit                       : Princeton University Press
Tebal Buku                 : xvii +286 hal
Kota Terbit                  : Inggris
Tahun Terbit               : 2005


Antara Antropologi, Seksualitas dan Bangsa Indonesia

Ikhtisar dari buku ” The Gay Archipelago”
Tentang penulis
            Buku ini merupakan buku pertama yang mengeksplorasi kehidupan laki-laki gay di Indonesi buat oleh seorang berkebangsaan Amerika yaitu Tom Boellstroff. Tom adalah seorang Amerika yang dibesarkan di sebuah desa terpencil di Nebraska, dimana ia jarang untuk bisa menemukan cara kehidupan lain. Di umur 18 th, ia berpindah tempat tinggal ke California dengan tujuan untuk masuk ke Universitas Stanford dan mendalami dalam Ilmu Antropologi. Di sanalah ia mulai mengikuti berbagai organisasi salahsatunya organisasi dibidang pencegahan HIV (virus penyebab AIDS), dan disitu pula ia mulai membuka identitas dirinya yang sesungguhnya sebagai seorang Gay.
            Pada tahun 1992, di usianyan ke 23, untuk pertama kalinya Tom menginjakkan kakinya ke Indonesia untuk bekerjasama dengan orang Gay Indonesia di bidang kesehatan dan hak asasi manusia. Tujuan lainnya adalah untuk meneliti lebih dalam tentang kehidupan Gay Indonesia, serta mengetahui sejarah dan konteks kontemporer kehidupan gay di Indonesia.
            Dibuatnya buku ini untuk mendukung studinya dalam bidang antropologi, dan iapun berniat membuat buku ini untuk para antropolog dan mengambil sampel atau objek penelitian di Indonesia yang dikhususkan di kota-kota tertentu seperti Surabaya, Makassar dan Bali. Buku ini merupakan hasil penelitian studi antropologis tentang kebudayaan dan kehidupan sehari-hari orang gay di Indonesia.
 Ikhtisar  buku
            Buku ini merupakan buku terjemahan “seksualitas dan bangsa Indonesia” dengan judul aslinya “The Gay Archipelago” yang berhasil diterbitkan oleh Princeton University Press di Inggris pada tahun 2005. Buku yang memiliki tebal 286 hal ini dikarang oleh  Tom Boellstroff yang ia nyatakan sebagai kajian hasil studi antropologis tentang kehidupan dan kebudayaan sehari-hari orang Gay di Indonesia untuk menunjang studinya dibidang antropologi.
            Kebanyakan orang akan membayangkan kalau buku ini berisi tentang kahidupan gila orang kalangan elit, novel atau perjalanan hidup seseorang,  namun buku ini menyelidiki sejarah homoseksualitas di Indonesia juga tentang bagaimana identitas kaum gay dan lesbian dijalankan dalam sehari-hari sampai tempat para komunitas gay dan lesbi di Indonesia bertemu.
            Kehidupan gay dan lesbi di Indonesia dimulai sejak lengsernya pemerintahan orde barunya Soeharto pada tahun 1988, karena ketika itu era reformasi pasca Soeharto telah melihat kebebasan pers dan kebangkitan masyarakat sipil dan pada saat itulah posisi subjek gay dan lesbi terbentuk, pembangunan menggantikan revolusi sebagai kata kunci negara. Selain sejarah Indonesia yang dikaitkan dengan kehidupan gay adapula pembahasan mengenai ritual dan drama masyarakat Indonesia yang diindikasikan terdapat hubungannya dengan kehidupan para gay sebagai contoh kedudukan seorang “bissu” adalah sebuah jelmaan masa lalu dari “waria”.
            Konsep Sulih Suara Budaya yang ada dalam buku ini bertujuan membangun sebuah teori yang bisa menjelaskan tentang hubungan yang tergantung, retak, sebentar-sebentar, namun bepengaruh kuat antara globalisasi dan subyektifitas. Teori sulih suara budaya ini merupakan dasar analisis Tom tentang inkonsistensi seksualitas dan bangsa di negara Indonesia pascakolonial.
            Pada bagian kedua dari buku ini yang berjudul Membuka Dunia Gay dan Lesbian, Pembahasannya berisi tentang dunia para kaum gay dan lesbi, untuk lebih mendalami bagaimana subyektifitas-subyektifitas gay dan lesbi dialami, bab ini mengeksplorasi tentang seks, nafsu, cinta, dan hubungan, termasuk perkawinan heteroseksual. Disini  di jelaskan pula dengan detail tentang identitas dan perilaku, bukan membahas tentang praktek-praktek seksualnya, karena tulisannya lebih fokus pada posisi subyek atau subyetifitas gay dan lesbi.
            Dalam pembahasan lainnya yang fokus pada geografi dunia gay dan lesbi, menyebutkan bahwa geografi dunia gay dan lesbi merupakan -sebuah geografi penerimaan- dan “peran spasialisasi dalam reproduksi sosial”/ bagaimana menjadi gay dan lesbi dipengaruhi oleh unsur spasial dalam dominasi, oleh hubungan ruang dan nafsu: nafsu beroperasi melewati ruang, dan ruang “melepaskan nafsu”. Juga terdapat pembahasan tentang geografi dunia gay/ tempat-tempat yang dikunjungi dalam praktek-prakteknya, contoh: mal, disko, tempat domestik(salon, rumah dan kos), acara-acara yang sering diadakan, organsasi-organisasi untuk menampung ide-ide para anggotanya.
            Gaya nasional, adalah gaya  dan cara sudah lama merupakan istilah populer di nusantara. Kepedulian “gaya” merupakan salah satu cara pokok dimana”orang asli” Hindia Belanda menafsirkan diri mereka berbeda dengan penjajah-penjajah Belanda.  Bab ini menguji tentang bagaimana menjadi gay/ lesbi dengan “gaya nusantara” dikhususkan pada praktik-praktik non-seksual dimana perasaan orang Indonesia mewujudkan kedirian menjadi gay atau lesbi/ pembahasan gaya dari segi ”performativitas”. Setelah itu akan ada pembahasan tentang maskulinitas juga feminitas yang gamblang diikuti dengan segala sifat-sifat juga batasan-batasan yang ada.
             Di bagian ketiga dari buku ini yang bertema seksualitas dan bangsa,  meneliti tentang apa artinya menjadi gay atau lesbi dalam kehidupan sehari-hari, yang dibangun dari diskusi sejarah, media massa, dan globlisasi dan bab ini lebih meneorikan seksualitas dan bangsa. Adapula wawasan nusantara, yang mana ini dianggap mengimplikasikan bahwa semua kawasan memiliki status setara, tetapi superioritas politik dan ekonomi yang nyata tentang Jawa. Wawasan nusantara mudah digambarkan sebagai garis konseptual yang mengelilingi seluruh pulau Indonesia. Juga pembahasan mengenai asas kekeluargaan, kedirian nusantara, dll.
            Satu perbedaan menurut penulis antara laki-laki gay dan perempuan lesbi adalah bahwa perempuan lesbi lebih sering merasa bahwa Barat merupakan tempat yang lebih buruk  dibandingkan Indonesia. Ini disebabkan oleh kekerasan domestik yang dialami oleh banyak perempuan Indonesia, dikombinasikan dengangan gambaran hollywood tentang barat sebagai tempat kekerasan yang tak terkendalikan.
            Di akhir tulisannya terdapat statemen yang agaknya sangat jarang didengar oleh masyarakat umum Indonesia tentang hakekat budaya yang menjadi kesimpulan umum dari sang penulis untuk kaum gay Indonesia yang berbunyi “Budaya adalah sesuatu yang diciptakan manusia dan dipercayai. Ada orang yang telah menciptakan (gay) disini, di Indonesia, dan percaya dengan apa yang mereka ciptakan. Jadi, gay adalah bagian dari budaya Indonesia.
            Penjelasan yang di jabarkan didalam buku ini sangatlah mendetail, termasuk pembahasan historisnya bahkan bukti dari lapangan yang berusaha disampaikan oleh penulis terkesan konkrit. Buku ini cocok bagi orang yang ingin mendalami pengetahuannya tentang kajian antropologi khususnya dibidang gay yang ada di Indonesia
            Seringkali bahasa yang digunakan dalam penyampaian di buku ini kurang jelas karena terdapat bahasa/ istilah-istilah yang sekiranya susah di fahami/ asing, bahkan bisa dibilang orang yang membaca akan merasa risih karena terdapat pada  banyak pembahasan yang didalamnya terlalu fulgar dan kurang mendidik. Juga mungkin dikarenakan buku ini adalah buku terjemahan, bahasa yang dipakai dalam penerjemahan terkadang kurang sesuai dengan buku aslinya.
            Buku ini merupakan karya tulis antropologis yang bertemakan gay yang ada di Indonesia, disini kita dapat mengambil banyak pengetahuan mengenai kaum gay Indonesia dari sisi historis, kehidupan, ataupun pendapat-pendapat mereka mengenai diskriminasi yang mereka rasakan yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia selain kaum LGBT.
            Buku ini mengajarkan kita agar dapat memahami bahwa di Indonesia terdapat golongan masyarakat yang sebenarnya sangat memerlukan uluran bantuan dari kita, bantuan disini bukan berarti kita harus menuruti keinginan/ misi-misi yang mereka inginkan seperti status mereka yang ingin diakui oleh Negara, memberikan keluasan hak asasi manusia, legalisasi pernikahan sesama jenis dll. Sebenarnya ini bukan lah hak asasi manusia yang sesungguhnya, karena hak asasi manusia adalah menempatkan suatu hak pada tempatnya dan sesuai fitrahnya. Seperti yang tertera dalam UU No.1 Th 1974 tentang perkawinan, bahwa perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita .... sebenarnya hak asasi manusia yang selalu mereka elu-elukan hanyalah bentuk lain dari nafsu yang telah melampaui batas.
            Dengan statemen mereka bahwa gay adalah bagian dari budaya Indonesia, membuktikan betapa radikalnya ideologi mereka sampai mengkaitkan segala sesuatu dengan misi-misi yang mereka usahakan untuk mempertahankan dan memajukan kaum LBGT.
            Disinilah kita sebagai orang yang memahami arti sesungguhnya dengan hak asasi manusia dan faham dengan konsep fitrah manusia, kiranya dapat memberikan kontribusi untuk masalah yang sedang menjamur, tumbuh dengan subur di negara Indonesia yang keadaannya bisa kita ukur dengan dibuatnya buku ini, karena yang terpenting dalam hal ini adalah menyadarkan mereka tentang fitrah manusia dan kemanusiawian yang sesungguhnya, dengan harapan mereka dapat hidup seperti yang di cita-citakan oleh pejuang bangsa Indonesia yaitu menjadikan masyarakatnya bermartabat dan berbudi luhur, tanpa adanya diskriminasi-diskriminasi yang  mana akan menjadikan mereka mencari jalan baru untuk menyebarluaskan faham LGBT.
            Wallahu a’lam bishawwab
           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar