Sabtu, 02 April 2016

Khazanah

Faidah Hadis Mukmin Yang Kuat dan Lemah

Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadis dalam kitab Shahihnya:

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَابْنُ نُمَيْرٍ قَالاَ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ إِدْرِيسَ عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ عُثْمَانَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى بْنِ حَبَّانَ عَنِ الأَعْرَجِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم: "الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ."


Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Ibnu Numair telah mengabarkan kepada kami, keduanya mengatakan, ‘Abdullah bin Idris telah mengabarkan kepada kami dari Robi’ah bin Utsman dari Muhammad bin Yahya bin Habban dari Al-A’roj dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘anhu, Dia mengatakan, “Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda”:

“Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada mukmin yang lemah, namun pada keduanya ada kebaikan. Besemangatlah mengerjakan/terhadap hal-hal yang bermafaat bagimu, meminta tolonglah kepada Allah dan jangan malas. Jika sesuatu yang buruk menimpa dirimu maka janganlah katakan “seandainya aku tadi melakukan ini dan itu”, tetapi katakanlah Qodarullah (ini adalah takdir Allah) dan apa yang dikehendakinya pasti terlaksana. Karena jika engkau mengatakan seandainya maka engkau akan membuka jalan bagi amalan syaithon”.

Faidah-Faidah dari Hadis Di Atas:

Adanya penetapan bahwa Allah Subhana wa Ta’ala memiliki sifat mencintai yang sesuai dengan kebesaran Allah, sifat ini berhubungan dengan orang-orang yang dicintai dan juga setiap orang yang menegakkan kecintaan kepadaNya. Hal ini diambil dari potongan Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Wa ahabbu Ilallah”.

Hadis ini menunjukkan bahwa iman itu mencakup aqidah yang tertanam di dalam hati, perkataan Lisan dan perbuatan anggota badan. Hal ini disimpulkan dari potongan Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam,  “Al-Mu’minul Quwiyyu, Ahrish ‘alah ma Yanfa’uka dan  Lakin Qul Qodarallahi wa ma Sya’a”. Dan inilah defenisi iman menurut Ahlu Sunnah wal Jama’ah.

Iman bertambah dan berkurang. Hal ini dapat kita simpulkan dari potongan Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Ahrish ‘ala ma Yanfa’uka wasta’in billahi wa la Tu’jiz”.

Seorang mukmin itu bertingkat-tingkat derajatnya. Hal ini dapat kita simpulkan dari potongan Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, Al-Mu’minul Qowiyyu Khoirun minal Mu’minid Dho’ifi.

Perkara yang bermafaat itu ada dua jenis: 1. Perkara Agama dan. 2. Perkara dunia. Seorang hamba membutuhkan perkara dunia demikan halnya ia juga membutuhkan perkara agama. Maka poros kebahagiaan itu adalah bersemangat untuk mendapatkan kedua hal tersebut namun harus dibarengi dengan adanya isti’anah (meminta pertolongan) kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Perkara yang bermanfaat berupa perkara agama/akhirat terbagi menjadi dua hal yaitu: 1. ‘Ilmu Nafi’ (ilmu yang bermafaat) yaitu apa yang ada di dalam Al Qur’an dan hadis Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Ilmu inilah yang dapat memberikan kebahagian di dunia dan di akhirat. 2. ‘Amal Sholeh yaitu amal yang terkumpul padanya dua hal yaitu ikhlas kepada Allah dan Mutaba’ah kepada Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Adapun perkara yang bermafaat di dunia maka seorang hamba Allah haruslah mencari rizki dengan menempuh jalan yang layak dan paling bermanfaat bagi dirinya. Oleh karena itu hal ini berbeda-beda sesuai individunya. Kemudian hendaklah ia mencarinya diniatkan untuk memenuhi hak-hak bagi jiwa raganya dan hak orang-orang yang menjadi tanggungannya (semisal anak, istri, orang tua yang telah lanjut usia) agar dapat terhindar dari meminta-minta dari manusia lainnya.

Ketika mencari rizki hendaklah dia tidak hanya bersandar pada kemampuannya, kecerdasannya maupun akalnya. Namun hendaklah dia menyandarkan urusannya kepada Allah dan berharap Allah memudahkan baginya serta memohon agar rizki yang dicarinya mendapat berkah dari Allah Subhana wa Ta’ala.

Adapun berkah pada rizki dapat saja terjadi dalam bentuk: 1. Rizki tersebut menjadi faktor yang memperkuat ketaqwaan seorang hamba dan niat baiknya, 2. Rizki tersebut diletakkan ditempat sebagaimana mestinya yaitu pada tempat yang wajib atau mustahab, 3. Rezki yang dimilikinya dapat memudahkan urusan orang, semisal memberikan tempo bagi orang yang memiliki hutang padanya.

Kewajiban ridho terhadap takdir Allah setelah dia mencurahkan segenap kesungguhannya. Sehingga apabila sesuatu yang kurang menyenangkan hatinya menimpa dirinya maka dirinya akan merasa lapang dan tenang tentram sehingga bertambahlah imannya.

Adapun hukum dari penggunakan kata Law (seandainya) maka akan berbeda-beda tergantung tujuannya: 1. Jika diucapkan pada keadaan yang seseorang tersebut tidak mungkin lagi mendapatkannya maka pertakaan seandainya akan membuka pintu bagi amalan setan. 2. Demikian juga halnya jika digunakan untuk menghayalkan/berharap keburukan dan maksiat. 3. Adapun jika digunakan untuk mengharapkan/berharap kebaikan atau untuk menjelaskan ilmu yang bermanfaat maka terpuji.


Disadur dan diterjemahkan dari Kitab Bahjah Qulub Al Abror karya Syaikh ‘Abdur Rohman bin Sa’di hal 40-46, terbitan Dar Al Kutub.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar