Oleh: Thoriqul Islam
Abu Ishaq Ibrahim
ibnu Adham lahir di Balkh, murni keturunan Arab. Ia digambarkan dalam legenda
sufi sebagai seorang pangeran yang meninggalkan kerajaannya dan berkelana ke
arah barat untuk menjalani kehidupan asketisisme total. Ia memperoleh
makanannya di Suriah dari hasil kerja keras yang jujur hingga wafatnya pada
tahun 165 H/782 M.
Sejumlah catatan menyatakan bahwa ia syahid dalam sebuah ekspedisi laut melawan pasukan Byzantium. Awalnya, Ibrahim ibnu Adham adalah Raja Balkh, dan seluruh dunia berada di bawah kekuasaannya; 40 pedang emas dan 40 tongkat emas selalu mengiringi di depan dan di belakangnya.
Suatu malam, ia tidur di pembaringan kerajaan. Pada tengah malam, atap kamar tidurnya berguncang dasyat seolah olah ada seseorang yang berjalan di atasnya."Siapa itu?" teriaknya. Dijawab, "Seorang teman. Aku kehilangan seekor unta, dan aku kini tengah mencarinya di atap ini.""Dasar bodoh, engkau mencari unta di atap?" pekik Ibrahim."Orang jahil (bodoh)," tukas suara itu, "apakah engkau mencari Tuhan di dalam pakaian sutra dan di atas tempat tidur emas?". Kata kata ini menyentak hati Ibrahim dan membuatnya ketakutan. Api serasa berkobar di dalam dirinya, dan ia pun tidak dapat kembali tidur. Ketika pagi tiba, Ibrahim kembali ke mimbar dan duduk di singgasananya; berpikir, bingung, dan waspada. Para menteri kerajaan berdiri di tempat mereka masing-masing; budak budaknya berdiri berjajar berhimpitan. Semua warga istana hadir. Tiba tiba, seorang lelaki dengan raut wajah yang sangat buruk memasuki ruangan, sangat buruk untuk dilihat sehingga tak ada seorang pun dari para pejabat dan pelayan kerajaan yang berani menanyakan namanya; lidah lidah mereka tertahan di tenggorokan. Lelaki ini mendekat dengan khidmat ke singgasana.
"Apa maumu" tanya Ibrahim.
"Aku baru saja
tiba di penginapan ini," ujar lelaki itu.
"Ini bukan
penginapan. Ini istanaku. Kau gila," teriak Ibrahim.
"Siapa yang
memiliki istana ini sebelummu?" tanya lelaki itu.
"Ayahku,"
jawab brahim."Dan sebelumnya?"
"Kakekku?"
"Dan
sebelumnya?"
"Buyutku."
"Dan
sebelumnya?"
"Ayah dari
buyutku."
"Ke mana
mereka semua pergi?" tanya lelaki itu.
"Mereka telah
tiada. Mereka telah meninggal dunia," jawab Ibrahim.
"LaIu, apa
lagi namanya tempat ini kalau bukan penginapan, di mana seseorang masuk dan
yang lainnya pergi?"
Setelah berkata begitu, lelaki asing itu pun menghilang. Ia adalah Nabi Khidhr as. Api berkobar semakin dahsyat di dalam jiwa Ibrahim, dan seketika kesedihan menatap dalam hatinya. Kedua kejadian itu, di malam dan siang hari, sama sama misterius dan tidak dapat dijelaskan oleh akal.
Akhirnya Ibrahim berkata, "Pasang pelana kudaku. Aku akan pergi berburu. Aku tidak tahu apa yang telah kualami hari ini. Ya Tuhan, bagaimana ini akan berakhir?"Pelana kudanya dipasang, dan ia pun pergi berburu. Sejurus kemudian, ia memacu kudanya melintasi padang pasir; sepertinya ia tidak tahu apa yang sedang ia lakukan. Dalam keadaan bingung, ia terpisah dari para Pengawalnya. Di tengah perjalanan, tiba tiba ia mendengar sebuah suara, "Bangunlah, sebelum engkau tidak mampu bangun!"Ia berpura pura tidak mendengarnya dan terus memacu kudanya.
Untuk kedua kalinya
suara itu terdengar lagi, tapi ia tidak menghiraukannya. Kali yang ketiga, ia
mendengar suara yang sama, ia pun pergi menjauh. Kemudian, suara itu kembali
terdengar untuk keempat kalinya, "Bangunlah, sebelum engkau tak mampu
bangun!"Kali ini ia kehilangan kendali dirinva. Tiba tiba ia melihat
seekor rusa muncul, dan Ibrahim pun Membidiknya. Rusa itu berbicara pada
Ibrahim, "Aku diutus untuk mencarimu. Engkau tak dapat menangkapku. Untuk
inikah engkau diciptakan, ataukah ini yang diperintahkan
kepadamu?""Ah, apa yang, kualami ini?" tukas Ibrahim. Ibrahim
pun memalingkan wajahnya dari rusa itu. Kemudian ia mendengar kata kata yang
sama keluar dari bagian depan pelana kudanya. Rasa takut dan ngeri menguasai
dirinya.
Kemudian pesan Ilahi itu menjadi lebih jelas, karena Allah Yang Maha kuasa berkehendak untuk menyempurnakan komunikasi itu. Untuk ketiga kalinya, suara yang sama keluar dari kerah bajunya. Pesan ilahiah itu pun sempurna, dan surga terbuka baginya. Kini keimanan merebak di dalam diri Ibrahim. Ibrahim turundari kudanya; pakaian dan kudanya basah terkena tetes air matanya.
Ibrahim pun bertobat dengan sebenar benarnya dan tulus. Ia melangkah ke tepi jalan, kemudian ia melihat seorang gembala yang mengenakan pakaian dari penutup kepala yang terbuat dari bulu hewan, menggembalakan domba dombanya. Ibrahim melihat lebih dekat, dan menyadarinya bahwa gembala itu adalah budaknya. Ibrahim memberikan jubahnya yang bersulam emas dan mahkotanya yang bertahtakan permata kepada gembala itu, juga sekalian dengan domba dombanya. Sedangkan Ibrahim mengambil pakaian dan penutup kepala gembala itu, dan itu ia pakai sendiri. Semua malaikat berdiri memandang Ibrahim."Betapa agungnya kerajaan yang kini dimiliki Ibnu Adham," ujar mereka. "Ia telah membuang pakaian dekil duniawi, dan kini mengenakan jubah agung kemiskinan."
Setiap hari, Ibrahim pergi bekerja mencari nafkah hingga malam hari. Semua pendapatannya ia belanjakan untuk keperluan para sahabatnya. Tetapi, saat ia selesai mendirikan salat malam (Maghrib dan Isya), membeli sesuatu, dan kembali kepada para sahabatnya, malam telah lama berlalu.
Suatu malam, para sahabat sufi-nya berkata, "Ibrahim, selalu datang telat. Ayo, kita makan roti dan pergi tidur. Itu akan menjadi isyarat bagi Ibrahim agar ia kembali lebih awal di kemudian hari. Agar ia tidak lagi membiarkan kita menunggu begitu lama."Mereka pun melakukan hal itu. Ketika lbrahim kembali, ia melihat para sahabatnya tertidur. Ia mengira mereka belum makan apa-apa dan tidur dalam keadaan lapar. Ibrahim pun segera menyalakan api. Ia membawa sedikit tepung, maka ia membuat adonan untuk dibuat makanan agar para sahabatnya punya sesuatu untuk dimakan ketika mereka bangun, sehingga mereka sanggup untuk berpuasa di siang harinya. Para sahabat Ibrahim bangun dan melihatnya dengan jenggotnya di atas tanah, sedang meniup api; air matanya bercucuran, dan ia dikelilingi oleh asap."Apa yang sedang engkau lakukan?" mereka bertanya."Aku melihat kalian tertidur," Ibrahim menjawab. "Aku berkata dalam hati, mungkin kalian tidak memiliki apa-apa untuk dimakan dan tidur dalam keadaan lapar. Maka aku pun membuatkan sesuatu untuk kalian makan setelah kalian bangun."
"Lihatlah bagaimana dia berpikir tentang kita, dan bagaimana kita berpikir tentang dia," ujar mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar