Jumat, 25 September 2015

Upacara Bersih Desa

UPACARA ADAT BERSIH DESA SEBAGAI WARISAN LELUHUR
Oleh: Muhammad Thoriqul Islam
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Budaya adalah bagian dari sebuah masyararakat. Masyarakat yang tinggal di daerah tertentu pasti mempunyai budaya atau tradisi yang di yakini dan dipegang. Budaya dan tradisi itu biasanya dipercaya turun temurun oleh suatu masyarakat yang tinggal di dalamnya. Tradisi diturunkan dari orang tua kepada anak-anaknya dengan harapan anak-anaknya mewarisi atau melakukan tradisi yang sama. Sama halnya dengan upacara bersih desa atau yang dikenal dengan istilah Rasulan. Bersih desa atau rasulan ini adalah sebuah upacara atau rangkaian proses sebagai perwujudan syukur atas hasil panen yang melimpah. Upacara ini juga tidak jelas apa latar belakang dan darimana datangnya namun sampai saat ini masih di lakukan oleh warga di beberapa daerah seperti di Yogyakarta .
Upacara ini terus dilakukan satu tahun sekali agar hasil panen tahun depan terus meningkat dan para warganya terhindar dari malapetaka. Dengan upacara kita menemukan nilai-nilai masyarakat yang tak dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari, upacara senantiasa mengingatkan manusia tentang eksistensi mereka dan hubungan mereka dengan lingkungan, hubungan masyarakat dengan masyarakat, karena melalui upacara warga masyarakat dibiasakan untuk menggunakan simbol-simbol yang bersifat abstrak yang berada pada tingkat pemikiran di berbagai kegiatan sosial. ( Soetarno, 2002 )
Di dalamnya selain terdapat ucapan syukur tetapi juga terdapat interksi sosial antarra warga desa dengan yang lainnya, interaksi antara manusia dengan Tuhannya dan juga ada interaksi manusia dengan dunia lain yang hidup berdampingan dengan manusia seperti roh dan para arwah leluhur. Bersih desa ini memiliki makna yang luas bagi masyarakat yang mempercayai dan yang mempunyai tradisi ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka pada tulisan ini hendak mencari jawaban terhadap pertanyaan:
1.      Apa yang dimaksud dengan Rasulan?
2.      Bagaimana Pandangan Islam tentang Rasulan ?

1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka maksud dari tujuan tulisan ini:
• Mengetahui pengertian bersih desa
• Melihat makna yang terkandung dalam upacara bersih desa
• Mengenal sosok dewi Sri sebagai Dewi padi
• Mengetahui tujuan diadakannya upacara bersih desa
• Mengetahui daerah-daerah mana saja yang masih memgang tradisi bersih desa.

1.4 Manfaat/ kegunaan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka maksud dari tujuan penelitian ini:
1)      Bagi pengembangan ilmu untuk menambah khazanah dalam bidang kajian Aliran Kepercayaan dan Kebatinan.
2)      Bagi pemerintah sebagai dasar kebijakan dalam pemahaman kepercayaan atau sebagai dasar kebijakan pemerintah dalam pembinaan masyarakat terhadap kepercayaan yang dianut.
3)      Bagi tokoh-tokoh agama sebagai tradisi atau budaya dalam warisan leluhur/ untuk memperkaya budaya yang ada di Indonesia.
4)      Bagi masyarakat sebagai tradisi atau budaya yang ada di Lingkungan Masyarakat sebagai warisan leluhur yang bersifat turun temurun.

Bab II
Pembahasan
2.1 Pengertian Bersih Desa atau Rasulan
Bersih Desa atau Rasulan adalah sebuah ritual dalam masyarakat kita. Bersih Desa merupakan warisan dari nilai-nilai luhur lama budaya yang menunjukkan bahwa manusia jadi satu dengan alam. Ritual ini juga dimaksudkan sebagai bentuk penghargaan masyarakat terhadap alam yang menghidupi mereka.
Acara ritual Bersih Desa ini biasanya berlangsung satu kali dalam setahun. Acara ini dibagi dalam serangkaian acara. Hari pertama biasanya dikhususkan untuk ritual sesaji dan persiapan-persiapan segala hal untuk hari berikutnya. Sesaji ditaruh di titik yang meliputi pusat-pusat desa, tempat-tempat keramat, tempat-tempat yang berkaitan dengan air (sumur, sungai, mata air), batas-batas desa (utara, selatan, timur, barat), setiap perempatan, dan setiap pertigaan di wilayah tersebut.
Hari kedua, acara berisikan kesenian-kesenian budaya lokal. Acara-acara seperti warok, kuda lumping, dan tari-tarian mendominasi. Di hari ini pula ada acara makan bersama, dimana setiap warga memasak makanan masing-masing, lalu dibawa ke tempat berlangsungnya acara kesenian, dan makan bersama-sama.
Dulu, saat Bersih Desa biasanya digelar Tayub. Tapi kemudian dilarang pemerintah karena berbau komunis. Bisa disimpulkan bahwa Bersih Desa adalah pernyataan masyarakat terhadap identitas, akar budaya, dan idealisme melalui pengalaman otentik orisinal komunitas, dimana komunitas menjadi pencipta budayanya sendiri, bukan hanya obyek yang dicekoki oleh rezim kebudayaan yang menghegemoni, seperti globalisasi budaya kapitalistik ataupun totalitarianisme budaya.
Rangkaian perayaan upacara bersih desa ini biasanya di awali pada saat panen pertama atau pada waktu memetik padi untuk yang pertama kali. Lokasi upacara pertama ini berada di sawah milik warga yang telah disiapkan sesaji. Bahan-bahan yang dijadikan sesaji antara lain :janur kuning,kembang setaman (bunga 7 rupa),kaca,sisir,air dalam kendi (tempat air dari tanah liat),jajan pasar,nasi dan pisang. Sesaji itu kemudian di doakan secara bersama-sama yang dipimpin oleh sesepuh desa atau biasa disebut dengan “kaum”. Setelah di do’akan kemudian padi-padi yang telah di petik dibawa menuju lumbung padi. Disana juga telah disiapkan upacara lanjutan yaitu dengan menyiapkan beberapa macam dedaunan seperti daun nangka,dhadhap,mojo,tebu yang masing-masing daun mempunyai fungsi dan makna yang berbeda-beda .antara lain :
• Nasi Gurih, sebagai persembahan kepada para leluhur
• Ingkung, sebagai lambang manusia ketika masih bayi dan sebagai lambang kepasrahan pada Yang Maha Agung
• Jajan Pasar, sebagai lambang agar masyarakat mendapat berkah
• Pisang Raja, sebagai lambang harapan agar mendapat kemuliaan dalam masa kehidupan,
• Nasi Ambengan, sebagai ungkapan syukur atas rezeki dari Yang Maha Agung
• Jenang, berupa jenang merah putih (lambang bapak dan ibu) dan jenang palang (penolak marabahaya)
• Tumpeng, berupa tumpeng lanang (lambang Yang Maha Agung) dan tumpeng wadon (lambang penghormatan pada leluhur) yang ukurannya lebih kecil, dan
• Ketan Kolak Apem, untuk memetri pada dhanyang yang ada di wilayah desa tersebut.
2.2 Makna Bersih Desa
Upacara bersih desa ini sering dikaitkan dengan cerita Dewi sri yaitu sebagai dewanya para petani. Karena menurut masyarakat keberhasilan panen itu karena pemberian dari dewi Sri yang senantiasa menjaga tananman mereka dari hama dan gangguan lainnya. Upacara tersebut timbul karena adanya dorongan perasaan manusia untuk melakukan berbagai perbuatan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib (perilaku keagamaan). Dalam hal ini manusia dihinggapi oleh suatu emosi keagamaan, dan ini merupakan perbuatan keramat, semua unsur yang ada didalamnya saat upacara, benda-benda seperi alat upacara, serta orang-orang yangmelakukan upacara, dianggap keramat. (Koentjaraningrat, 1997 ). Upacara bersih desa itu merupakan sistem aktivitas atau rangkaian tindakan terstruktur yang ditata oleh adat yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan upacara bersih desa tidak lepas dari interaksi sosial masyarakat karena interaksi sosial melibatkan banyak orang sehingga mempunyai hubungan timbal balik antara pelaku dan upacara yang akan dilakukan serta unsur-unsur yang mendukungnya. Oleh karena itu interaksi sosial menjadi faktor terpenting dalam hubungan dengan orang lain dan menyangkut keberhasilan suatu upacara, hal ini menunjukkan adanya gotong-royong dan kerja sama. Adat dan budaya manusia tidak dapat dipungkiri peranannya sebagai ritual atau kepercayaan masyarakat.
Sedangkan nilai yang dipahami oleh masyarakat dari upacara adat bersih desa antara lain:
a. Nilai kebersamaan/sosial yaitu masyarakat secara bersama-sama bekerja bakti membersihkan makam dan membuat umbul-umbul sehingga kebersamaan antar mereka tetap terjalin dengan baik,
b. Nilai religi yaitu hubungan manusia dengan Tuhan dapat terjalin dengan baik jika mereka menjalankan agama dan tradisi upacara bersih desa setiap tahunnya.
c. Nilai keamanan yaitu masyarakat bisa terbebas dari pagebluk dan seluruh desa akan merasa aman
d. Nilai ekonomi yaitu dengan tetap melaksanakan upacara masyarakat akan lebih mudah dan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, serta hasil panen akan meningkat di tahun depan. 
2.3 Mitos Dewi Sri
Dewi Sri selalu digambarkan sebagai gadis muda yang cantik, ramping tapi bertubuh sintal dan berisi, dengan wajah khas kecantikan alami gadis asli Nusantara. Mewujudkan perempuan di usia puncak kecantikan, kewanitaan, dan kesuburannya. Kebudayaan adiluhung Jawa dengan selera estetis tinggi menggambarkan Dewi Sri seperti penggambaran dewi dan putri ningrat dalam pewayangan. Wajah putih dengan mata tipis menatap ke bawah dengan raut wajah yang anggun dan tenang.
Dahulu kala di Kahyangan, Batara Guru yang menjadi penguasa tertinggi kerajaan langit, memerintahkan segenap dewa dan dewi untuk bergotong-royong, menyumbangkan tenaga untuk membangun istana baru di kahyangan. Siapapun yang tidak menaati perintah ini dianggap pemalas, dan akan dipotong tangan dan kakinya. Mendengar titah Batara Guru, Antaboga (Anta) sang dewa ular sangat cemas. Betapa tidak, ia samasekali tidak memiliki tangan dan kaki untuk bekerja. Jika harus dihukum pun, tinggal lehernyalah yang dapat dipotong, dan itu berarti kematian. Anta sangat ketakutan, kemudian ia meminta nasehat Batara Narada, saudara Batara Guru, mengenai masalah yang dihadapinya. Tetapi sayang sekali, Batara Narada pun bingung dan tak dapat menemukan cara untuk membantu sang dewa ular. Putus asa, Dewa Anta pun menangis terdesu-sedu meratapi betapa buruk nasibnya.Akan tetapi ketika tetes air mata Anta jatuh ke tanah, dengan ajaib tiga tetes air mata berubah menjadi mustika yang berkilau-kilau bagai permata. Butiran itu sesungguhnya adalah telur yang memiliki cangkang yang indah. BarataNarada menyarankan agar butiran mustika itu dipersembahkan kepada Batara Guru sebagai bentuk permohonan agar beliau memahami dan mengampuni kekurangan Anta yang tidak dapat ikut bekerja membangun istana.
Dengan mengulum tiga butir telur mustika dalam mulutnya, Anta pun berangkat menuju istana Batara Guru. Di tengah perjalanan Anta bertemu dengan seekor burung gagak yang kemudian menyapa Anta dan menanyakan kemana ia hendak pergi. Karena mulutnya penuh berisi telur Anta hanya diam tak dapat menjawab pertanyaan si burung gagak. Sang gagak mengira Anta sombong sehingga ia amat tersinggung dan marah. Burung hitam itu pun menyerang Anta yang panik, ketakutan, dan kebingungan. Akibatnya sebutir telur mustika itu pecah. Anta segera bersembunyi di balik semak-semak menunggu gagak pergi. Tetapi sang gagak tetap menunggu hingga Anta keluar dari rerumputan dan kembali mencakar Anta. Telur kedua pun pecah, Anta segera melata beringsut lari ketakutan menyelamatkan diri, kini hanya tersisa sebutir telur mustika yang selamat, utuh dan tidak pecah.
Akhirnya Anta tiba di istana Batara Guru dan segera mempersembahkan telur mustika itu kepada sang penguasa kahyangan. Batara Guru dengan senang hati menerima persembahan mustika itu. Akan tetapi setelah mengetahui mustika itu adalah telur ajaib, Batara Guru memerintahkan Anta untuk mengerami telur itu hingga menetas. Setelah sekian lama Anta mengerami telur itu, maka telur itu pun menetas. Akan tetapi secara ajaib yang keluar dari telur itu adalah seorang bayi perempuan yang sangat cantik, lucu, dan menggemaskan. Bayi perempuan itu segera diangkat anak oleh Batara Guru dan permaisurinya.
Nyi Pohaci Sanghyang Sri adalah nama yang diberikan kepada putri itu. Seiring waktu berlalu, Nyi Pohaci tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik luar biasa. Seorang putri yang baik hati, lemah lembut, halus tutur kata, luhur budi bahasa, memikat semua insan. Setiap mata yang memandangnya, dewa maupun manusia, segera jatuh hati pada sang dewi. Akibat kecantikan yang mengalahkan semua bidadari dan para dewi khayangan, Batara Guru sendiri pun terpikat kepada anak angkatnya itu. Diam-diam Batara guru menyimpan hasrat untuk mempersunting Nyi Pohaci. Melihat gelagat Batara Guru itu, para dewa menjadi khawatir jika dibiarkan maka skandal ini akan merusak keselarasan di kahyangan. Maka para dewa pun berunding mengatur siasat untuk memisahkan Batara Guru dan Nyi PohaciSanghyang Sri.
Untuk melindungi kesucian Nyi Pohaci, sekaligus menjaga keselarasan rumah tangga sang penguasa kahyangan, para dewata sepakat bahwa tak ada jalan lain selain harus membunuh Nyi Pohaci. Para dewa mengumpulkan segala macam racun berbisa paling mematikan dan segera membubuhkannya pada minuman sang putri. Nyi Pohaci segera mati keracunan, para dewa pun panik dan ketakutan karena telah melakukan dosa besar membunuh gadis suci tak berdosa. Segera jenazah sang dewi dibawa turun ke bumi dan dikuburkan ditempat yang jauh dan tersembunyi.
Lenyapnya Dewi Sri dari kahyangan membuat Batara Guru, Anta, dan segenap dewata pun berduka. Akan tetapi sesuatu yang ajaib terjadi, karena kesucian dan kebaikan budi sang dewi, maka dari dalam kuburannya muncul beraneka tumbuhan yang sangat berguna bagi umat manusia. Dari kepalanya muncul pohon kelapa dari hidung, bibir, dan telinganya muncul berbagai tanaman rempah-rempah wangi dan sayur-mayur; dari rambutnya tumbuh rerumputan dan berbagai bunga yang cantik dan harum; dari payudaranya tumbuh buah buahan yang ranum dan manis; dari lengan dan tangannya tumbuh pohon jati, cendana, dan berbagai pohon kayu yang bermanfaat; dari alat kelaminnya muncul pohon aren atau enau bersadap nira manis; dari pahanya tumbuh berbagai jenis tanaman bambu, dan dari kakinya mucul berbagai tanaman umbi-umbian dan ketela; akhirnya dari pusaranya muncullah tanaman padi bahan pangan yang paling berguna bagi manusia. Versi lain menyebutkan padi berberas putih muncul dari mata kanannya, sedangkan padi berberas merah dari mata kirinya. Singkatnya, semua tanaman berguna bagi manusia berasal dari tubuh Dewi Sri Pohaci. Sejak saat itu umat manusia di pulau Jawa memuja, memuliakan, dan mencintai sang dewi baik hati, yang dengan pengorbanannya yang luhur telah memberikan berkah kebaikan alam, kesuburan, dan ketersediaan pangan bagi manusia. Pada sistem kepercayaan Kerajaan Sunda kuna, Nyi PohaciSanghyang Sri dianggap sebagai dewi tertinggi dan terpenting bagi masyarakat agraris.
Sebagai tokoh agung yang sangat dimuliakan, ia memiliki berbagai versi cerita, kebanyakan melibatkan Dewi Sri (Dewi Asri, Nyi Pohaci) dan saudara laki-lakinya Sedana (Sadhana atau Sadono), dengan latar belakang Kerajaan Medang Kamulan, atau kahyangan (dengan keterlibatan dewa-dewa seperti Batara Guru), atau kedua-duanya. Di beberapa versi, Dewi Sri dihubungkan dengan ular sawah sedangkan Sadhana dengan burung sriti (walet). Ular sawah dikaitkan dengan sang dewi dan cenderung dihormati, mungkin karena kearifan lokal dan kesadaran ekologi purba yang memahami bahwa ular sawah memangsa tikus yang menjadi hama tanaman padi. Di banyak negara Asia lain seperti di India dan Thailand, berbagai jenis ular terutama ular sedok pun dihubungkan dengan mitos kesuburan sebagai pelindung sawah.
Dewi Sri tetap dihormati dan dimuliakan oleh masyarakat Jawa, Sunda, dan Bali . Meskipun demikian banyak versi mitos serupa mengenai dewi kesuburan juga dikenal oleh suku bangsa lainnya di Indonesia. Meskipun kini orang Indonesia kebanyakan adalah muslim atau beragama hindu, sifat dasarnya tetap bernuansa animisme dan dinamisme. Kepercayaan lokal seperti Kejawen dan Sunda Wiwitan tetap berakar kuat dan pemuliaan terhadap Dewi Sri terus berlangsung bersamaan dengan pengaruh Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen. Beberapa kraton di Indonesia, seperti kraton di Cirebon, Ubud, Surakarta dan Yogyakarta tetap membudayakan tradisi ini.
Masyarakat tradisional Jawa, terutama pengamal ajaran Kejawen memiliki tempat khusus di tengah rumah mereka untuk Dewi Sri yang disebut Pasrean (tempat Dewi Sri) agar mendapatkan kemakmuran. Tempat khusus ini dihiasi dengan ukiran ular dan patung loroblonyo, kadang-kadang lengkap dengan peralatan pertanian seperti ani-ani atau arit kecil dan sejumput padi. Sering pula diberi sesajen kecil untuk persembahan bagi Dewi Sri. Patung loroblonyo dianggap sebagai perwujudan Sri dan Sedhana, atau Kamaratih dan Kamajaya semuanya merupakan lambang kemakmuran dan kebahagiaan rumah tangga, serta kerukunan hubungan suami-istri.
Pada masyarakat petani di pedesaan Jawa, ada tradisi yang melarang mengganggu dan mengusir ular yang masuk ke dalam rumah. Malah ular itu diberikan persembahan dan dihormati hingga ular itu pergi dengan sendirinya, tradisi ini menganggap ular adalah pertanda baik bahwa panen mendatang akan berhasil melimpah. Pada upacara slametan menanam padi juga melibatkan dukun yang mengelilingi desa dengan keris berkekuatan gaib untuk memberkati bibit padi yang akan ditanam.
2.4 Tujuan bersih Desa
1.      Sebagai perwujudan syukur kepada Tuhan yang telah memberikan hasil panen yang melimpah.
2.      Sebagai wujud ungkapan terimakasih kepada Dewi Sri yang telah menjaga tanaman-tanaman pertanian sehingga terhindar dari hama .
3.       Untuk menjaga keselamatan para warga desa dari gangguan hal-hal gaib seperti roh atau arwah yang masih gentayangan.
4.      Agar terhindar dari gangguan-gangguan penyakit,keamanan dan bencana.
5.      Untuk sarana membersihkan desa dan warganya dari musibah atau kesengsaraan agar desa tersebut menjadi aman dan tentram.
Daerah-daerah yang masih mempercayai tradisi bersih desa ini antara lain :
a)      Giwangan,Umbul Harjo Yogyakarta
Giwangan merupakan salah satu kelurahan yang terletak di wilayah Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta. Sebagian besar penduduk Kelurahan Giwangan ini bekerja di luar sektor pertanian, dan lahan pertanian semakin lama semakin sempit. Meskipun demikian, terdapat upacara adat yang justru diselenggarakan dalam nuansa pertanian sebagai warisan turun temurun dari leluhur mereka yang bekerja sebagai petani. Upacara di daerah pinggiran Kota Jogja ini disebut Bersih Desa Giwangan.
Awalnya, upacara Bersih Desa ini dilaksanakan setelah masa panen padi tiba. Pada perkembangannya, kegiatan tradisional tersebut kini diselenggarakan pada bulan Besar (tahun Jawa) satu tahun satu kali. Untuk harinya, tidak terpaku pada hari-hari tertentu, hanya saja tidak pada hari pasaran Pon (pasaran Jawa) karena merupakan hari pantangan. Masyarakat percaya bahwa hari pasaran Pon merupakan hari meninggalnya Panembahan Senopati. Tempat pelaksanaan upacara pada waktu dulu dilaksanakan di Pendopo, tetapi karena kemajuan jaman tempat semakin terbatas maka pelaksanaan tempat upacara dilakukan di tempat Rois atau Kaum.
Tujuan dari penyelenggaraan upacara ini adalah sebagai ungkapan syukur kepada Yang Maha Agung karena masyarakat Giwangan telah diberi keselamatan selama satu tahun dan juga permohonan akan keselamatan dan kesejahteraan pada tahun–tahun yang akan datang semoga tidak terdapat bencana atau aral melintang yang berat di wilayah Giwangan.Bersih Desa Giwangan ini diawali dengan berbagai macam persiapan. Diantaranya adalah dengan melaksanakan kerja bakti di lingkungan masing-masing warga. Kemudian juga dilakukan pembenahan jalan-jalan dan gang-gang kampung agar tampak lebih bersih dan rapi. Di samping itu, juga dipersiapkan arena kesenian yang akan digelar pada saat yang bersamaan dengan upacara Bersih Desa. Persiapan-persiapan tadi kebanyakan dikerjakan oleh kaum lelaki, baik tua maupun muda.Sedangkan bagi para perempuan, mereka mempersiapkan nasi ambengan yang digunakan untuk kenduri. Sebagian juga mempersiapkan tumpeng dan sesajilainya yang akan dibagikan pada masyarakat setelah selesai kenduri.
b)     Kabupaten Gunungkidul
Sebagian besar desa-desa di daerah Gunungkidul masih mempercayai tradisi ini. Biasanya upacara ini dilakukan setelah panen datang. Kemudian sama dengan daerah-daerah lain memasak dan mempersiapkan beberapa ritual perayaan. Selain itu bagi yang masih sekolah,biasanya orangtua mereka juga memasak untuk teman-temannya. Jadi anak-anak tersebut membawa teman-temannya untuk makan dirumah. Acara ini menjadi keunikan tersendiri dan kebanyakan mereka sangat menunggu moment ini. Yang dicari bukan hanya makanannya saja tapi juga rasa kebersamaan dan bagi yang punya “hajat” bisa di bilang sebagai sedekah atas hasil panen yang didapat. Puncak dari upacara bersih desa ini biasanya diadakan pagelaran wayang kulit semalam suntuk. 
c)      Desa Panglor, Tambak Selo kabupaten Ngawi
Bersih desa yang ada di Planglor, dusun Tambak Selo ini sangat berbeda yang bersih desa di tempat lain karena bersih desa dibuat permainan yaitu nasi yang dikepal-kepal berbentuk bulat yang kemudian ditendang dan dilemparlempar dengan alasan penghuni desa setempat atau singbaurekso mempunyai ternak misalnya, bebek, ayam, burung yang minta dikasih makan, sehingga dengan dilempar dan ditendang mereka akan dapat sisa dari acara tradisi bersih desa. Dalam perkembangannya permaianan sepak bola nasi sebagai tradisi bersih desa ingin dihilangkan, akan tetapi tidak bisa karena dahulu masyarakat pernah mencoba menghilangakan akan tetapi malah di desa tersebut terjadi musibah misalnya, tertimpa penyakit yang tidak dapat disembuhkan, hasil panen kurang melimpah, di waktu musim penghujan tidak ada air. Oleh karena itu permainan sepak bola nasi sebagai tradisi bersih desa sampai sekarang masih diadakan dan menjadi tradisi turun temurun.

Bab III
Penutup
Kesimpulan
Bersih desa merupakan salah satu tradisi warisan leluhur yang masih terus dilakukan sampai saat ini. Upacara bersih desa ini merupakan perwujudan terimakasih atas nikmat yang diberikan oleh Tuhan dengan diberikan panen yang melimpah pada warga desa setempat. Selain itu,sosok Dewi Sri juga menjadi alasan mengapa tradisi ini dijalani, sebagai sosok yang agung dan berperan penting bagi keberhasilan panen para petani jasa-jasa Dewi Sri tetap di ingat sampai sekarang. Bersih desa juga digunakan sebagai sarana interaksi sosial antar warga desa. Ini juga dapat menumbuhkan sikap kebersamaan dan gotong royong yang ditunjukkan pada saat kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan dan makan bersama saat acara kenduri. Entah sampai kapan tradisi ini akan tetap dilaksanakan mengingat kondisi masyarakat sekarang ini yang mulai melupakan tradisi-tradisi warisan leluhur.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar