UPACARA ADAT BERSIH DESA SEBAGAI WARISAN LELUHUR
Oleh: Muhammad Thoriqul Islam
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar
Belakang Masalah
Budaya adalah bagian dari sebuah masyararakat. Masyarakat yang
tinggal di daerah tertentu pasti mempunyai budaya atau tradisi yang di yakini
dan dipegang. Budaya dan tradisi itu biasanya dipercaya turun temurun oleh
suatu masyarakat yang tinggal di dalamnya. Tradisi diturunkan dari orang tua
kepada anak-anaknya dengan harapan anak-anaknya mewarisi atau melakukan tradisi
yang sama. Sama halnya dengan upacara bersih desa atau yang dikenal dengan
istilah Rasulan. Bersih desa atau rasulan ini adalah sebuah upacara atau
rangkaian proses sebagai perwujudan syukur atas hasil panen yang melimpah. Upacara
ini juga tidak jelas apa latar belakang dan darimana datangnya namun sampai
saat ini masih di lakukan oleh warga di beberapa daerah seperti di Yogyakarta .
Upacara ini terus dilakukan satu tahun sekali agar hasil panen
tahun depan terus meningkat dan para warganya terhindar dari malapetaka. Dengan
upacara kita menemukan nilai-nilai masyarakat yang tak dapat diamati dalam
kehidupan sehari-hari, upacara senantiasa mengingatkan manusia tentang
eksistensi mereka dan hubungan mereka dengan lingkungan, hubungan masyarakat
dengan masyarakat, karena melalui upacara warga masyarakat dibiasakan untuk
menggunakan simbol-simbol yang bersifat abstrak yang berada pada tingkat
pemikiran di berbagai kegiatan sosial. ( Soetarno, 2002 )
Di dalamnya selain terdapat ucapan syukur tetapi juga terdapat
interksi sosial antarra warga desa dengan yang lainnya, interaksi antara
manusia dengan Tuhannya dan juga ada interaksi manusia dengan dunia lain yang
hidup berdampingan dengan manusia seperti roh dan para arwah leluhur. Bersih desa
ini memiliki makna yang luas bagi masyarakat yang mempercayai dan yang
mempunyai tradisi ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka pada tulisan ini
hendak mencari jawaban terhadap pertanyaan:
1.
Apa yang dimaksud dengan Rasulan?
2.
Bagaimana Pandangan Islam tentang
Rasulan ?
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka maksud
dari tujuan tulisan ini:
• Mengetahui pengertian bersih desa
• Melihat makna yang terkandung dalam upacara bersih desa
• Mengenal sosok dewi Sri sebagai Dewi padi
• Mengetahui tujuan diadakannya upacara bersih desa
• Mengetahui daerah-daerah mana saja yang masih memgang tradisi
bersih desa.
1.4
Manfaat/ kegunaan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah sebagaimana diuraikan
di atas, maka maksud dari tujuan penelitian ini:
1) Bagi pengembangan ilmu untuk menambah khazanah
dalam bidang kajian Aliran Kepercayaan dan Kebatinan.
2) Bagi pemerintah sebagai dasar kebijakan dalam
pemahaman kepercayaan atau sebagai dasar kebijakan pemerintah dalam pembinaan
masyarakat terhadap kepercayaan yang dianut.
3) Bagi tokoh-tokoh agama sebagai tradisi atau
budaya dalam warisan leluhur/ untuk memperkaya budaya yang ada di Indonesia.
4)
Bagi masyarakat sebagai tradisi atau budaya yang ada di Lingkungan
Masyarakat sebagai warisan leluhur yang bersifat turun temurun.
Bab II
Pembahasan
2.1 Pengertian Bersih Desa atau Rasulan
Bersih Desa atau Rasulan adalah sebuah ritual dalam masyarakat
kita. Bersih Desa merupakan warisan dari nilai-nilai luhur lama budaya yang
menunjukkan bahwa manusia jadi satu dengan alam. Ritual ini juga dimaksudkan
sebagai bentuk penghargaan masyarakat terhadap alam yang menghidupi mereka.
Acara ritual Bersih Desa ini biasanya berlangsung satu kali dalam
setahun. Acara ini dibagi dalam serangkaian acara. Hari pertama biasanya
dikhususkan untuk ritual sesaji dan persiapan-persiapan segala hal untuk hari
berikutnya. Sesaji ditaruh di titik yang meliputi pusat-pusat desa, tempat-tempat
keramat, tempat-tempat yang berkaitan dengan air (sumur, sungai, mata air),
batas-batas desa (utara, selatan, timur, barat), setiap perempatan, dan setiap
pertigaan di wilayah tersebut.
Hari kedua, acara berisikan kesenian-kesenian budaya lokal. Acara-acara
seperti warok, kuda lumping, dan tari-tarian mendominasi. Di hari ini pula ada
acara makan bersama, dimana setiap warga memasak makanan masing-masing, lalu
dibawa ke tempat berlangsungnya acara kesenian, dan makan bersama-sama.
Dulu, saat Bersih Desa biasanya digelar Tayub. Tapi kemudian
dilarang pemerintah karena berbau komunis. Bisa disimpulkan bahwa Bersih Desa
adalah pernyataan masyarakat terhadap identitas, akar budaya, dan idealisme
melalui pengalaman otentik orisinal komunitas, dimana komunitas menjadi
pencipta budayanya sendiri, bukan hanya obyek yang dicekoki oleh rezim
kebudayaan yang menghegemoni, seperti globalisasi budaya kapitalistik ataupun
totalitarianisme budaya.
Rangkaian perayaan upacara bersih desa ini biasanya di awali pada
saat panen pertama atau pada waktu memetik padi untuk yang pertama kali. Lokasi
upacara pertama ini berada di sawah milik warga yang telah disiapkan sesaji.
Bahan-bahan yang dijadikan sesaji antara lain :janur kuning,kembang setaman
(bunga 7 rupa),kaca,sisir,air dalam kendi (tempat air dari tanah liat),jajan
pasar,nasi dan pisang. Sesaji itu kemudian di doakan secara bersama-sama yang
dipimpin oleh sesepuh desa atau biasa disebut dengan “kaum”. Setelah di do’akan
kemudian padi-padi yang telah di petik dibawa menuju lumbung padi. Disana juga
telah disiapkan upacara lanjutan yaitu dengan menyiapkan beberapa macam
dedaunan seperti daun nangka,dhadhap,mojo,tebu yang masing-masing daun
mempunyai fungsi dan makna yang berbeda-beda .antara lain :
• Nasi Gurih, sebagai persembahan kepada para leluhur
• Ingkung, sebagai lambang manusia ketika masih bayi dan sebagai
lambang kepasrahan pada Yang Maha Agung
• Jajan Pasar, sebagai lambang agar masyarakat mendapat berkah
• Pisang Raja, sebagai lambang harapan agar mendapat kemuliaan
dalam masa kehidupan,
• Nasi Ambengan, sebagai ungkapan syukur atas rezeki dari Yang Maha
Agung
• Jenang, berupa jenang merah putih (lambang bapak dan ibu) dan
jenang palang (penolak marabahaya)
• Tumpeng, berupa tumpeng lanang (lambang Yang Maha Agung) dan
tumpeng wadon (lambang penghormatan pada leluhur) yang ukurannya lebih kecil,
dan
• Ketan Kolak Apem, untuk memetri pada dhanyang yang ada di wilayah
desa tersebut.
2.2 Makna Bersih Desa
Upacara bersih desa ini sering dikaitkan dengan cerita Dewi sri
yaitu sebagai dewanya para petani. Karena menurut masyarakat keberhasilan panen
itu karena pemberian dari dewi Sri yang senantiasa menjaga tananman mereka dari
hama dan gangguan lainnya. Upacara tersebut timbul karena adanya dorongan
perasaan manusia untuk melakukan berbagai perbuatan yang bertujuan mencari
hubungan dengan dunia gaib (perilaku keagamaan). Dalam hal ini manusia
dihinggapi oleh suatu emosi keagamaan, dan ini merupakan perbuatan keramat,
semua unsur yang ada didalamnya saat upacara, benda-benda seperi alat upacara,
serta orang-orang yangmelakukan upacara, dianggap keramat. (Koentjaraningrat,
1997 ). Upacara bersih desa itu merupakan sistem aktivitas atau rangkaian
tindakan terstruktur yang ditata oleh adat yang berlaku dalam masyarakat yang
berhubungan dengan berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi dalam
masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan upacara bersih desa tidak lepas dari
interaksi sosial masyarakat karena interaksi sosial melibatkan banyak orang
sehingga mempunyai hubungan timbal balik antara pelaku dan upacara yang akan
dilakukan serta unsur-unsur yang mendukungnya. Oleh karena itu interaksi sosial
menjadi faktor terpenting dalam hubungan dengan orang lain dan menyangkut
keberhasilan suatu upacara, hal ini menunjukkan adanya gotong-royong dan kerja
sama. Adat dan budaya manusia tidak dapat dipungkiri peranannya sebagai ritual
atau kepercayaan masyarakat.
Sedangkan nilai yang dipahami oleh masyarakat dari upacara adat bersih
desa antara lain:
a. Nilai kebersamaan/sosial yaitu masyarakat secara bersama-sama
bekerja bakti membersihkan makam dan membuat umbul-umbul sehingga kebersamaan
antar mereka tetap terjalin dengan baik,
b. Nilai religi yaitu hubungan manusia dengan Tuhan dapat terjalin
dengan baik jika mereka menjalankan agama dan tradisi upacara bersih desa
setiap tahunnya.
c. Nilai keamanan yaitu masyarakat bisa terbebas dari pagebluk dan
seluruh desa akan merasa aman
d. Nilai ekonomi yaitu dengan tetap melaksanakan upacara masyarakat
akan lebih mudah dan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, serta hasil panen akan
meningkat di tahun depan.
2.3 Mitos Dewi Sri
Dewi Sri selalu digambarkan sebagai gadis muda yang cantik, ramping
tapi bertubuh sintal dan berisi, dengan wajah khas kecantikan alami gadis asli
Nusantara. Mewujudkan perempuan di usia puncak kecantikan, kewanitaan, dan
kesuburannya. Kebudayaan adiluhung Jawa dengan selera estetis tinggi
menggambarkan Dewi Sri seperti penggambaran dewi dan putri ningrat dalam
pewayangan. Wajah putih dengan mata tipis menatap ke bawah dengan raut wajah
yang anggun dan tenang.
Dahulu kala di Kahyangan, Batara Guru yang menjadi penguasa
tertinggi kerajaan langit, memerintahkan segenap dewa dan dewi untuk
bergotong-royong, menyumbangkan tenaga untuk membangun istana baru di kahyangan.
Siapapun yang tidak menaati perintah ini dianggap pemalas, dan akan dipotong
tangan dan kakinya. Mendengar titah Batara Guru, Antaboga (Anta) sang dewa ular
sangat cemas. Betapa tidak, ia samasekali tidak memiliki tangan dan kaki untuk
bekerja. Jika harus dihukum pun, tinggal lehernyalah yang dapat dipotong, dan
itu berarti kematian. Anta sangat ketakutan, kemudian ia meminta nasehat Batara
Narada, saudara Batara Guru, mengenai masalah yang dihadapinya. Tetapi sayang
sekali, Batara Narada pun bingung dan tak dapat menemukan cara untuk membantu
sang dewa ular. Putus asa, Dewa Anta pun menangis terdesu-sedu meratapi betapa
buruk nasibnya.Akan tetapi ketika tetes air mata Anta jatuh ke tanah, dengan
ajaib tiga tetes air mata berubah menjadi mustika yang berkilau-kilau bagai
permata. Butiran itu sesungguhnya adalah telur yang memiliki cangkang yang
indah. BarataNarada menyarankan agar butiran mustika itu dipersembahkan kepada
Batara Guru sebagai bentuk permohonan agar beliau memahami dan mengampuni
kekurangan Anta yang tidak dapat ikut bekerja membangun istana.
Dengan mengulum tiga butir telur mustika dalam mulutnya, Anta pun
berangkat menuju istana Batara Guru. Di tengah perjalanan Anta bertemu dengan
seekor burung gagak yang kemudian menyapa Anta dan menanyakan kemana ia hendak
pergi. Karena mulutnya penuh berisi telur Anta hanya diam tak dapat menjawab
pertanyaan si burung gagak. Sang gagak mengira Anta sombong sehingga ia amat
tersinggung dan marah. Burung hitam itu pun menyerang Anta yang panik, ketakutan,
dan kebingungan. Akibatnya sebutir telur mustika itu pecah. Anta segera
bersembunyi di balik semak-semak menunggu gagak pergi. Tetapi sang gagak tetap
menunggu hingga Anta keluar dari rerumputan dan kembali mencakar Anta. Telur
kedua pun pecah, Anta segera melata beringsut lari ketakutan menyelamatkan
diri, kini hanya tersisa sebutir telur mustika yang selamat, utuh dan tidak
pecah.
Akhirnya Anta tiba di istana Batara Guru dan segera mempersembahkan
telur mustika itu kepada sang penguasa kahyangan. Batara Guru dengan senang
hati menerima persembahan mustika itu. Akan tetapi setelah mengetahui mustika
itu adalah telur ajaib, Batara Guru memerintahkan Anta untuk mengerami telur
itu hingga menetas. Setelah sekian lama Anta mengerami telur itu, maka telur itu
pun menetas. Akan tetapi secara ajaib yang keluar dari telur itu adalah seorang
bayi perempuan yang sangat cantik, lucu, dan menggemaskan. Bayi perempuan itu
segera diangkat anak oleh Batara Guru dan permaisurinya.
Nyi Pohaci Sanghyang Sri adalah nama yang diberikan kepada putri itu. Seiring
waktu berlalu, Nyi Pohaci tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik luar biasa.
Seorang putri yang baik hati, lemah lembut, halus tutur kata, luhur budi
bahasa, memikat semua insan. Setiap mata yang memandangnya, dewa maupun
manusia, segera jatuh hati pada sang dewi. Akibat kecantikan yang mengalahkan
semua bidadari dan para dewi khayangan, Batara Guru sendiri pun terpikat kepada
anak angkatnya itu. Diam-diam Batara guru menyimpan hasrat untuk mempersunting
Nyi Pohaci. Melihat gelagat Batara Guru itu, para dewa menjadi khawatir jika
dibiarkan maka skandal ini akan merusak keselarasan di kahyangan. Maka para
dewa pun berunding mengatur siasat untuk memisahkan Batara Guru dan Nyi
PohaciSanghyang Sri.
Untuk melindungi kesucian Nyi Pohaci, sekaligus menjaga keselarasan
rumah tangga sang penguasa kahyangan, para dewata sepakat bahwa tak ada jalan
lain selain harus membunuh Nyi Pohaci. Para dewa mengumpulkan segala macam
racun berbisa paling mematikan dan segera membubuhkannya pada minuman sang
putri. Nyi Pohaci segera mati keracunan, para dewa pun panik dan ketakutan
karena telah melakukan dosa besar membunuh gadis suci tak berdosa. Segera
jenazah sang dewi dibawa turun ke bumi dan dikuburkan ditempat yang jauh dan
tersembunyi.
Lenyapnya Dewi Sri dari kahyangan membuat Batara Guru, Anta, dan
segenap dewata pun berduka. Akan tetapi sesuatu yang ajaib terjadi, karena
kesucian dan kebaikan budi sang dewi, maka dari dalam kuburannya muncul
beraneka tumbuhan yang sangat berguna bagi umat manusia. Dari kepalanya muncul
pohon kelapa dari hidung, bibir, dan telinganya muncul berbagai tanaman
rempah-rempah wangi dan sayur-mayur; dari rambutnya tumbuh rerumputan dan
berbagai bunga yang cantik dan harum; dari payudaranya tumbuh buah buahan yang
ranum dan manis; dari lengan dan tangannya tumbuh pohon jati, cendana, dan
berbagai pohon kayu yang bermanfaat; dari alat kelaminnya muncul pohon aren
atau enau bersadap nira manis; dari pahanya tumbuh berbagai jenis tanaman
bambu, dan dari kakinya mucul berbagai tanaman umbi-umbian dan ketela; akhirnya
dari pusaranya muncullah tanaman padi bahan pangan yang paling berguna bagi
manusia. Versi lain menyebutkan padi berberas putih muncul dari mata kanannya,
sedangkan padi berberas merah dari mata kirinya. Singkatnya, semua tanaman
berguna bagi manusia berasal dari tubuh Dewi Sri Pohaci. Sejak saat itu umat
manusia di pulau Jawa memuja, memuliakan, dan mencintai sang dewi baik hati,
yang dengan pengorbanannya yang luhur telah memberikan berkah kebaikan alam,
kesuburan, dan ketersediaan pangan bagi manusia. Pada sistem kepercayaan
Kerajaan Sunda kuna, Nyi PohaciSanghyang Sri dianggap sebagai dewi tertinggi
dan terpenting bagi masyarakat agraris.
Sebagai tokoh agung yang sangat dimuliakan, ia memiliki berbagai versi
cerita, kebanyakan melibatkan Dewi Sri (Dewi Asri, Nyi Pohaci) dan saudara
laki-lakinya Sedana (Sadhana atau Sadono), dengan latar belakang Kerajaan
Medang Kamulan, atau kahyangan (dengan keterlibatan dewa-dewa seperti Batara
Guru), atau kedua-duanya. Di beberapa versi, Dewi Sri dihubungkan dengan ular
sawah sedangkan Sadhana dengan burung sriti (walet). Ular sawah dikaitkan
dengan sang dewi dan cenderung dihormati, mungkin karena kearifan lokal dan
kesadaran ekologi purba yang memahami bahwa ular sawah memangsa tikus yang
menjadi hama tanaman padi. Di banyak negara Asia lain seperti di India dan
Thailand, berbagai jenis ular terutama ular sedok pun dihubungkan dengan mitos
kesuburan sebagai pelindung sawah.
Dewi Sri tetap dihormati dan dimuliakan oleh masyarakat Jawa,
Sunda, dan Bali . Meskipun demikian banyak versi mitos serupa mengenai dewi
kesuburan juga dikenal oleh suku bangsa lainnya di Indonesia. Meskipun kini
orang Indonesia kebanyakan adalah muslim atau beragama hindu, sifat dasarnya
tetap bernuansa animisme dan dinamisme. Kepercayaan lokal seperti Kejawen dan
Sunda Wiwitan tetap berakar kuat dan pemuliaan terhadap Dewi Sri terus
berlangsung bersamaan dengan pengaruh Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen.
Beberapa kraton di Indonesia, seperti kraton di Cirebon, Ubud, Surakarta dan
Yogyakarta tetap membudayakan tradisi ini.
Masyarakat tradisional Jawa, terutama pengamal ajaran Kejawen
memiliki tempat khusus di tengah rumah mereka untuk Dewi Sri yang disebut
Pasrean (tempat Dewi Sri) agar mendapatkan kemakmuran. Tempat khusus ini
dihiasi dengan ukiran ular dan patung loroblonyo, kadang-kadang lengkap dengan
peralatan pertanian seperti ani-ani atau arit kecil dan sejumput padi. Sering
pula diberi sesajen kecil untuk persembahan bagi Dewi Sri. Patung loroblonyo
dianggap sebagai perwujudan Sri dan Sedhana, atau Kamaratih dan Kamajaya
semuanya merupakan lambang kemakmuran dan kebahagiaan rumah tangga, serta
kerukunan hubungan suami-istri.
Pada masyarakat petani di pedesaan Jawa, ada tradisi yang melarang
mengganggu dan mengusir ular yang masuk ke dalam rumah. Malah ular itu
diberikan persembahan dan dihormati hingga ular itu pergi dengan sendirinya,
tradisi ini menganggap ular adalah pertanda baik bahwa panen mendatang akan
berhasil melimpah. Pada upacara slametan menanam padi juga melibatkan dukun
yang mengelilingi desa dengan keris berkekuatan gaib untuk memberkati bibit
padi yang akan ditanam.
2.4 Tujuan
bersih Desa
1.
Sebagai
perwujudan syukur kepada Tuhan yang telah memberikan hasil panen yang melimpah.
2.
Sebagai
wujud ungkapan terimakasih kepada Dewi Sri yang telah menjaga tanaman-tanaman
pertanian sehingga terhindar dari hama .
3.
Untuk menjaga keselamatan para warga desa dari
gangguan hal-hal gaib seperti roh atau arwah yang masih gentayangan.
4.
Agar
terhindar dari gangguan-gangguan penyakit,keamanan dan bencana.
5.
Untuk
sarana membersihkan desa dan warganya dari musibah atau kesengsaraan agar desa
tersebut menjadi aman dan tentram.
Daerah-daerah yang masih mempercayai tradisi bersih desa ini antara
lain :
a)
Giwangan,Umbul Harjo Yogyakarta
Giwangan merupakan salah satu kelurahan yang terletak di wilayah
Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta. Sebagian besar penduduk Kelurahan Giwangan
ini bekerja di luar sektor pertanian, dan lahan pertanian semakin lama semakin
sempit. Meskipun demikian, terdapat upacara adat yang justru diselenggarakan
dalam nuansa pertanian sebagai warisan turun temurun dari leluhur mereka yang
bekerja sebagai petani. Upacara di daerah pinggiran Kota Jogja ini disebut
Bersih Desa Giwangan.
Awalnya, upacara Bersih Desa ini dilaksanakan setelah masa panen
padi tiba. Pada perkembangannya, kegiatan tradisional tersebut kini
diselenggarakan pada bulan Besar (tahun Jawa) satu tahun satu kali. Untuk
harinya, tidak terpaku pada hari-hari tertentu, hanya saja tidak pada hari
pasaran Pon (pasaran Jawa) karena merupakan hari pantangan. Masyarakat percaya
bahwa hari pasaran Pon merupakan hari meninggalnya Panembahan Senopati. Tempat
pelaksanaan upacara pada waktu dulu dilaksanakan di Pendopo, tetapi karena kemajuan
jaman tempat semakin terbatas maka pelaksanaan tempat upacara dilakukan di
tempat Rois atau Kaum.
Tujuan dari penyelenggaraan upacara ini adalah sebagai ungkapan
syukur kepada Yang Maha Agung karena masyarakat Giwangan telah diberi
keselamatan selama satu tahun dan juga permohonan akan keselamatan dan
kesejahteraan pada tahun–tahun yang akan datang semoga tidak terdapat bencana
atau aral melintang yang berat di wilayah Giwangan.Bersih Desa Giwangan ini
diawali dengan berbagai macam persiapan. Diantaranya adalah dengan melaksanakan
kerja bakti di lingkungan masing-masing warga. Kemudian juga dilakukan
pembenahan jalan-jalan dan gang-gang kampung agar tampak lebih bersih dan rapi.
Di samping itu, juga dipersiapkan arena kesenian yang akan digelar pada saat
yang bersamaan dengan upacara Bersih Desa. Persiapan-persiapan tadi kebanyakan
dikerjakan oleh kaum lelaki, baik tua maupun muda.Sedangkan bagi para
perempuan, mereka mempersiapkan nasi ambengan yang digunakan untuk kenduri.
Sebagian juga mempersiapkan tumpeng dan sesajilainya yang akan dibagikan pada
masyarakat setelah selesai kenduri.
b)
Kabupaten Gunungkidul
Sebagian besar desa-desa di daerah Gunungkidul masih mempercayai
tradisi ini. Biasanya upacara ini dilakukan setelah panen datang. Kemudian sama
dengan daerah-daerah lain memasak dan mempersiapkan beberapa ritual perayaan.
Selain itu bagi yang masih sekolah,biasanya orangtua mereka juga memasak untuk
teman-temannya. Jadi anak-anak tersebut membawa teman-temannya untuk makan
dirumah. Acara ini menjadi keunikan tersendiri dan kebanyakan mereka sangat
menunggu moment ini. Yang dicari bukan hanya makanannya saja tapi juga rasa
kebersamaan dan bagi yang punya “hajat” bisa di bilang sebagai sedekah atas
hasil panen yang didapat. Puncak dari upacara bersih desa ini biasanya diadakan
pagelaran wayang kulit semalam suntuk.
c)
Desa Panglor, Tambak Selo kabupaten Ngawi
Bersih desa yang ada di Planglor, dusun Tambak Selo ini sangat
berbeda yang bersih desa di tempat lain karena bersih desa dibuat permainan
yaitu nasi yang dikepal-kepal berbentuk bulat yang kemudian ditendang dan
dilemparlempar dengan alasan penghuni desa setempat atau singbaurekso mempunyai
ternak misalnya, bebek, ayam, burung yang minta dikasih makan, sehingga dengan
dilempar dan ditendang mereka akan dapat sisa dari acara tradisi bersih desa. Dalam
perkembangannya permaianan sepak bola nasi sebagai tradisi bersih desa ingin
dihilangkan, akan tetapi tidak bisa karena dahulu masyarakat pernah mencoba
menghilangakan akan tetapi malah di desa tersebut terjadi musibah misalnya,
tertimpa penyakit yang tidak dapat disembuhkan, hasil panen kurang melimpah, di
waktu musim penghujan tidak ada air. Oleh karena itu permainan sepak bola nasi
sebagai tradisi bersih desa sampai sekarang masih diadakan dan menjadi tradisi
turun temurun.
Bab III
Penutup
Kesimpulan
Bersih desa merupakan salah satu tradisi warisan leluhur yang masih
terus dilakukan sampai saat ini. Upacara bersih desa ini merupakan perwujudan
terimakasih atas nikmat yang diberikan oleh Tuhan dengan diberikan panen yang
melimpah pada warga desa setempat. Selain itu,sosok Dewi Sri juga menjadi
alasan mengapa tradisi ini dijalani, sebagai sosok yang agung dan berperan
penting bagi keberhasilan panen para petani jasa-jasa Dewi Sri tetap di ingat
sampai sekarang. Bersih desa juga digunakan sebagai sarana interaksi sosial
antar warga desa. Ini juga dapat menumbuhkan sikap kebersamaan dan gotong
royong yang ditunjukkan pada saat kegiatan kerja bakti membersihkan lingkungan
dan makan bersama saat acara kenduri. Entah sampai kapan tradisi ini akan tetap
dilaksanakan mengingat kondisi masyarakat sekarang ini yang mulai melupakan
tradisi-tradisi warisan leluhur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar