Jumat, 25 September 2015

Psikoanalisa Sigmund Freud

PEMIKIRAN SIGMUND FREUD
Oleh: Muhammad Thoriqul Islam
A. Pendahuluan
Psikoanalisis adalah teori yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan pengikutnya sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia.[1] Menurut Reuben Fine[2] Psikoanalisa memiliki 3 makna berbeda yaitu:
1.      Psikoanalisia merupakan suatu sistem psikologi dari Sigmund Freud yang secara khusus menekankan peran alam bawah sadar serta kekuatan-kekuatan dinamis dalam pengaturan fungsi psikis.
2.      Ia merupakan bentuk terapi terutama sekali yang menggunakan asosiasi bebas serta berpijak pada analisa tranferensi dan resistensi.
3.      Ia dipergunakan untuk membedakan antara Pendekatan Freudian dari pendekatan Neo-Freudian dalam bidang psikoanalisis yang sesuai.
Sigmund Freud adalah seorang ilmuwan terkenal dalam bidang psikologi yang mempelopori penyelidikan psikoanalisis, lahir di Freiberg Cekoslowakia tahun 1856, dengan teorinya yang terkenal “Psikoanalisis”.Beliau terkenal dengan julukan Bapak Penjelajah dan Pembuat Peta Ketidaksadaran Manusia.Freud mempunyai lima karya yang sangat terkenal dari beberapa karyanya adalah:
1.      The Interpretation of dreams (1900)
2.      The Psichopathology of Everiday Life (1901)
3.      General Introductory Lectures on Psichoanalysis (1917)
4.      New Introductory Lectures on Psichoanalysis (1933)
5.      AnOutline of Psichoanalysis (1940).
Freud mengemukakan bahwa kehidupan mental ada 3 tingkat, yaitu:
1). Alam bawah sadar (preconscious) adalah semua elemen yang tidak disadari  tetapi bisa muncul dalam kesadaran dengan cepat atau agak sukar (Freud,1933/1964).
2). Alam tidak sadar (unconscious) adalah tempat bagi segala dorongan, desakan, maupun insting yang tidak kita sadari tetapi ternyata ,mendorong perkataan, perasaan, dan tindakan kita.
3). Alam sadar adalah elemen-elemen mental yang setiap saat berada dalam kesadaran.
B. Biografi Sigmund Freud
Sigmund Freud adalah seorang psikolog yang berasal dari kota Wina, Austria. Dilahirkan dari kandungan seorang ibu yang bernama Amalia yaitu seorang yang cantik, tegas, masih muda, dua puluh tahun lebih muda dari suaminya dan merupakan istri ketiga dari ayahnya Jacob Freud.[3] Freud lahir pada tanggal 6 Mei 1856 di Freigery sebuah kota kecil yang didominasi penduduk asli Muravia,[4] yang sekarang ini lebih dikenal dengan sebutan Pribar, Cekoslowakia, Austria. Ia meninggal di London pada tanggal 23 September 1939. Selama hampir 80 tahun Freud tinggal di Wina dan baru meninggalkan kota ketika Nazi menaklukkan Austria.[5]Gerald Corey dalam “Theoryand Practice of Counseling and Psychotherapy” menjelaskan bahwa Sigmund Freud adalah anak sulung dari keluarga Viena yang terdiri dari tiga laki-laki dan lima orang wanita. Dalam hidupnya ia ditempa oleh seorang ayah yang sangat otoriter dan dengan uang yang sangat terbatas, sehingga keluarganya terpaksa hidup berdesakan di sebuah aparterment yang sempit, namun demikian orang tuanya tetap berusaha untuk memberikan motivasi terhadap kapasitas intelektual yang tampak jelas dimiliki oleh anak-anaknya.
Sebagian besar hidup Freud diabadikan untuk memformulasikan dan mengembangkan tentang teori psikoanalisisnya. Uniknya, saat ia sedang mengalami problema emosional yang sangat berat adalah saat kreativitasnya muncul. Pada umur paruh pertama empat puluhan ia banyak mengalami bermacam psikomatik, juga rasa nyeri akan datangnya maut dan fobi-fobi lain. Dengan mengeksplorasi makna mimpi-mimpinya sendiri ia mendapat pemahaman tentang dinamika perkembangan kepribadian seseorang.
Sigmund Freud dikenal juga sebagai tokoh yang kreatif dan produktif. Ia sering menghabiskan waktunya 18 jam sehari untuk menulis karya-karyanya, dan karya tersebut terkumpul sampai 24 jilid. Bahkan ia tetap produktif pada usia senja. Karena karya dan produktifitasnya itu, Freud dikenal bukan hanya sebagai pencetus psikoanalisis yang mencuatkan namanya sebagai intelektual, tapi juga telah meletakkan teknik baru untuk bisa memahami perilaku manusia. Hasil usahanya itu adalah sebuah teori kepribadian dan psikoterapi yang sangat komprehenshif dibandingkan dengan teori serupa yang pernah dikembangkan.[6]
Psikoanalisa dianggap sebagai salah satu gerakan revolusioner di bidang psikologi yang dimulai dari satu metode penyembuhan penderita sakit mental, hingga menjelma menjadi sebuah konsepsi baru tentang manusia. Hipotesis pokok psikoanalisa menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebagian besar ditentukan oleh motif-motif tak sadar, sehingga Freud dijuluki sebagai bapak penjelajah dan pembuat peta ketidaksadaran manusia.Lima karya Freud yang sangat terkenal dari beberapa karyanya diantaranyaadalah:The Interpretation of dreams (1900), The Psichopathology of Everiday Life (1901), General Introductory Lectures on Psichoanalysis (1917), New Introductory Lectures on Psichoanalysis (1933), AnOutline of Psichoanalysis (1940).
Dalam dunia pendidikan pada masa itu, Sigmund Freud belum seberapa populer. Menurut A. Supratika, nama Freud baru dikenal pertama kalinya dalam kalangan psikologi akademis pada tahun 1909, ketika ia diundang oleh G. Stanley Hall, seorang sarjana psikologi Amerika, untuk memberikan serangkaian kuliah di universitas Clark di Worcester, Massachusetts. Pengaruh Freud di lingkungan psikologi baru terasa sekitar tahun 1930-an. Akan tetapi Asosiasi Psikoanalisis Internasional sudah terbentuk tahun 1910, begitu juga dengan lembaga pendidikan psikoanalisis sudah didirikan di banyak negara.Dia meninggal pada 23 September 1939 di London setelah menelan beberapa dosis morfin yang mematikan yang diminta dari dokternya. Freud tidak percaya pada keabadian manusia, namun karyanya terus hidup hingga kini.[7]
C. Pengertian Psikoanalisa
Freud sebagai pemikir besar abad ke-20 yang turut menentukan carabagaimana kita memandang dunia dan diri kita sendiri. Penemuan yang mengakibatkan nama Freud menjadi mashur adalah psikoanalisa. Sebagai pendiri psikoanalisa,[8]walaupun psikoanalisa ini berasal dari campur tangan ide-ide JosepBreuer namun istilah ini diciptakan oleh Freud sendiri dan muncul untuk pertama kali pada tahun 1896. Di sini Freud tidak memberikan suatu batasan dalam arti yang sebenarnya. Secara agak umum boleh dikatakan bahwa psikonalisa merupakan suatu pandangan baru tentang manusia pada abad 20-an, dimana ketidaksadaran memainkan peranan sentral. Pandangan ini mempunyai relevansi praktis, karena dapat digunakan dalam mengobati pasien-pasien yang mengalami gangguan-gangguan psikis. Teori psikoanalisis lahir dari praktek dan tidak dari sebaliknya.[9]
Seperti yang telah kita ketahui bersama istilah psikoanalisa walaupun diciptakan Frued sendiri namun bukanlah murni hasil dari penemuannya sendiri, akan tetapi berkat jasa dr. Josep Breuer sewaktu Sigmund Freud masih menjadi mahasiswa dan sibuk dengan persiapan ujian (1880 – 1882). Metode katarsis dr. Breuer merupakan fase permulaan bagi psikoanalisa.[10] Sigmund Freud tidak hanya belajar dan mempraktekkan metode hipnosa (katarsis) untuk menangani kasus-kasus hysteria tetapi lebih dari itu ia juga sempat mengadakan kerjasama dengan Breuer dalam menangani sejumlah kasus hysteria. Dari hasil kerja sama tersebut kemudian dibuat buku “Studien Uber Hysteria” (1895).
Tidak lama kemudian setelah buku tersebut diterbitkan, Sigmund Freud memisahkan diri serta meninggalkan metode yang dipakai oleh Breuerkarena ia merasa tidak puas dengan prosedur dan hasil yang dicapainya. Setelah meninggalkan metode hipnosa (katarsis), ia mencoba menggunakan metode sugesti yang dipelajari dari dr. Bernheim pada tahun 1889. Ternyata hasilnya masih belum memuaskan Sigmund Freud sehingga pada akhirnya ia mengembangkan metodenya sendiri yaitu asosiasi bebas. Sejak Sigmund Freud menempuh jalan sendiri, mengembangakan gagasan serta metode terapi sendiri sesungguhnya ia tengah berada dalam usaha membangun landasanbagi ajaran psikoanalisanya. Jadi dapat dikatakan bahwa metode asosiasi bebas itu merupkantongkak yang menandai dimulainya psikoanalisis.[11]
Secara skematis Sigmund Freud mengambarkan jiwa sebagai Gunung Es dimana bagian yang muncul di permukaan air merupakan bagian terkecil yaitu puncak dari Gunung Es itu yang dalam hal kejiwaan adalah bagian kesadaran (conciousnes), agak di bawah permukaan adalah bagian para kesadaran (subconciousness) dan bagian terbesar terletak di dasar air yang dalam hal kejiwaan merupakan alam ketidaksadaran (unconciousness).
Sehingga dapat dikatakan bahwa kehidupan mausia dikuasai oleh alamketidaksadaran dan berbagai kelainan tingkat laku dapat disebabkan karenafaktor-faktor yang terpendam dalam alam ketidaksadaran.Maka dari itu untuk mempelajari seseorang kita harus menganalisa jiwa orang tersebut sampai kita dapat melihat keadaan dalam alam ketidaksadarannya, yang selama ini tertutup oleh alam sadar. Sehubungan dengan eksperimen-eksperimen yang dilakukan dan teori-teori yang dikemukakannya, maka dalam psikoanalisis dikenal adanya tiga aspek yaitu psikoanalisa sebagai teori kepribadian, psikoanalisa sebagai teknik evaluasi
kepribadian dan psikoanalisa sebagai teknik terapi (penyembuhan).[12]
Jadi, Teori Psikoanalisa adalah suatu usaha mempertanggungjawabkan dua fakta observasi yang mencolok dan tak diharapkan manakala usaha itu dibuat untuk melacak beberapa simtom dari suatuneutorik dengan kembali menuju sumber dalam kehidupan masa lalunya: fakta transferensi dan resistensi. [13]
D. Tingkat Kehidupan Mental
            Freud mengemukakan bahwa kehidupan mental terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu: Alam Tidak Sadar, Alam Bawah Sadar, Alam Sadar.
1.     Alam Tidak Sadar
            Alam tidak sadar (unconscious) menjadi tempat bagi segala dorongan, desakan, maupun insting yang tidak kita sadari tetapi ternyata ,mendorong perkataan, perasaan, dan tindakan kita. Sekalipun kita sadar akan perilaku kita yang nyata, sering kali kita tidak menyadari proses mental yang ada dibalik perilaku tersebut. Misalnya, seorang pria bisa saja mengetahui bahwa ia tertarik pada seorang wanita tapi tidak benar-benar memahami alasan dibalik ketertarikannya, yang bisa saja bersifat tidak rasional.
Freud meyakini bahwa keberadaan alam tidak sadar ini hanya bisa dibuktikan secara tidak langsung. Baginya alam tidak sadar merupakan penjelasan dari makna yang ada dibalik mimpi, kesalahan ucap (slip tongue), dan berbagai jenis lupa, yang dikenal sebagai represi (repression).Mimpi adalah sumber yang kaya akan materi alam bawah sadar. Contohnya, Freud meyakini bahwa pengalaman masa kanak-kanak bisa muncul dalam mimpi orang dewasa sekalipun yang bermimpi boleh jadi tidak ingat secara sadar akan pengalaman-pengalaman tersebut. 
2.     Alam Bawah Sadar
Alam bawah sadar (preconscious) ini memuat semua elemen yang tidak disadari, tetapi bisa muncul dalam kesadaran dengan cepat atau agak sukar (Freud,1933/1964). Isi alam bawah sadar ini datang dari dua sumber yaitu:
a.    Persepsi sadar (conscious perception)
Persepsi dari seseorang, secara sadar dalam waktu singkat akan segera masuk ke dalam alam bawah sadar selagi focus perhatian beralih ke pemikiran lain. Pikiran yang dapat keluar masuk antara alam sadar dan alam bawah sadar, umumnya adalah pikiran-pikiran yang bebas dari kecemasan. Antara gambaran sadar dan dorongan tidak sadar nyaris sama satu dengan lainnya.
b.    Gambaran-gambaran bawah sadar adalah alam tidak sadar.
Freud meyakini bahwa pikiran bisa menyelinap dari sensor yang ketat dan masuk ke alam bawah sadar dalam bentuk yang tersembunyi. Beberapa gambaran itu tidak kita sadari, karena ketika kita menyadari bahwa gambaran itu datang dari alam tidak sadar maka kita akan merasa cemas, sehingga sensor akhir akan menekan gambaran itu dan mengembalikannya ke alam tidak sadar. Sedangkan ada beberapa gambaran yang masuk ke alam sadar karena dapat bersembunyi dengan baik dalam bentuk mimpi, salah ucap, ataupun dalam bentuk pertahanan diri yang kuat.
3.    Alam Sadar
Alam sadar (conscious) didefinisikan sebagai elemen-elemen mental yang setiap saat berada dalam kesadaran. Ini adalah satu-satunya tingkat kehidupan mental yang bisa langsung kita raih. Ada dua pintu yang dapat dilalui oleh pikiran agar bisa masuk ke dalam sadar, yaitu:
a.    Melalui sistem kesadaran perceptual (perceptual conscious), yaitu terbuka pada dunia luar dan berfungsi sebagai perantara bagi persepsi kita tentang stimulus dari luar.
b.    Melalui struktur mental dan mencakup gagasan-gagasan tidak mengancam yang datang dari alam bawah sadar maupun gambaran-gambaran yang membuat cemas, tetapi terselubung dengan rapi yang berasal dari alam tidak sadar. Ketika gagasan itu tiba di alam sadar, maka gagasan itu sudah berubah wujud dan terselubung dalam bentuk perilaku-perilaku yang defensif atau dalam bentuk mimpi.
E. Wilayah Pikiran (Id, Ego, dan Superego)
Menurut Freud kepribadian terdiri atas tiga sistem atau aspek yaitu: id (aspek biologis), ego (aspek psikologis) dan superego (aspek sosiologis).[14] Untuk mempelajari dan memahami sistem kepribadian manusia, Freud berusaha mengembangkan model kepribadian yang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan antara satu dengan yang lainnya. Konflik dasar ketiga sistem kepribadian tersebut dapat menciptakan energi psikis individu dan memiliki sistem kerja, sifat serta fungsi yang berbeda. Meskipun demikian antara satu dengan yang lainnya merupakan satu tim yang saling bekerja sama dalam mempengaruhi perilaku manusia.
Id merupakan lapisan psikis yang paling dasariah, kawasan eros dan thanos berkuasa. Dalam id terdapat naluri-naluri bawaan biologis (seksual dan agresif, tidak ada pertimbangan akal atau etika dan yang menjadi pertimbangan kesenangan) serta keinginan keinginan yang direpresi. Hidup psikis janin sebelum lahir dan bayi yang baru dilahirkan terdiri dari id saja. Jadi id sebagai bawaan waktu lahir merupakan bahan dasar bagi pembentukan hidup psikis lebih  lanjut.[15]
Sedangkan naluri id merupakan prinsip kehidupan yang asli atau pertama, yang oleh Freud dinamakan prinsip kesenangan, yang tujuannya adalah untuk membebaskan seseorang dari ketegangan atau mengurangi jumlah ketegangan sehinga menjadi lebih sedikit dan untuk menekannya sehingga sedapat mungkin menjadi tetap. Ketegangan dirasakan sebagai penderitaan atau kegerahan sedangkan pertolongan dari ketegangan dirasakan sebagai kesenangan.[16]Id tidak diperintahkan oleh hukum akal atau logika dan tidak memiliki nilai etika ataupun akhlak. Id hanya didorong oleh satu pertimbangan yaitu mencapai kepuasan bagi keinginan nalurinya, sesuai dengan prinsip kesenangan.[17]
Menurut Freud ada dua cara yang dilakukan oleh id dalam memenuhi kebutuhannya untuk meredakan ketegangan yang timbul yaitu melalui reflek seperti berkedip dan melalui proses primer seperti membayangkan makanan pada saat lapar. Sudah pasti dengan membayangkan saja kebutuhan kita tidak akan terpenuhi melainkan hanya membantu meredakan ketegangan dalam diri kita. Agar tidak terjadi konflik maka dari itu diperlukan sistem lain yang dapat merealisasikan imajinasi itu menjadi kenyataan sistem tersebut adalah ego.[18]
Ego adalah sistem kepribadian yang didominasi kesadaran yang terbentuk sebagai pengaruh individu kepada dunia obyek dari kenyataan dan menjalankan fungsinya berdasarkan pada prinsip kenyataan berarti apa yang ada. Jadi ego terbentuk pada struktur kepribadian individu sebagai hasil kontak dengan dunia luar. Adapun proses yang dimiliki dan dijalankan ego sehubungan dengan upaya
menawarkan dengan kebutuhan atau mengurangi ketegangan.
Ego merupakan pelaksanaan dari kepribadian, yang mengontrol dan memerintahkan id dan superego serta memelihara hubungan dengan dunia luar untuk kepentingan seluruh kepribadian yang keperluannya luas. Jika ego melakukan pelaksanaannya dengan bijaksana akan terdapat keharmonisan dan keselarasan. Kalau ego mengarah atau menyerahkan kekususannya terlalu banyak kepada id, kepada superego ataupun kepada dunia luar akan terjadi kejanggalan dan kesadarannya pun tidak teratur.[19]
Selain itu ego juga merupakan hasil dari tindakan saling mempengaruhi lingkungan garis perkembangan individu yang ditetapkan oleh keturunan dan dibimbing oleh proses-proses pertumbuhan yang wajar. Ini berarti bahwa setiap orang memiliki potensi pembawaan untuk berpikir dan menggunakan akalnya.[20] Sehingga dapat dikatakan bahwa kebanyakaan ego bekerja di bidang kesadaran, terkadang juga pada alam ketidaksadaran dan melindungi individu dari gangguan kecemasan yang disebabkan oleh tuntutan di dan superego.[21]
Superego merupakan sistem kepribadian yang berisi nilai-nilai moral bersifat evaluatif (memberikan batasan baik dan buruk). Menurut Freud superego merupakan internalisasi individu tentang nilai masyarakat, karena pada bagian ini terdapat nilai moral yang memberikan batasan baik dan buruk.[22] Dengan kata lain superego dianggap pula sebagai moral kepribadian. Adapun fungsi pokok dari superego jika dilihat dari hubungan dengan ketiga aspek kepribadian adalah merintangi impuls-impuls ego terutama impuls-impuls seksual dan agresif yang pernyataannya sangat ditentang oleh masyarakat dan mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal yang moralistis daripada yang realistis serta mengejar kesempurnaan yang diserap individu dari lingkungannya.[23]
Sedangkan dalam superego yang bersifat ideal, Freud membaginya ke dalam dua kumpulan yaitu suara hati (cansience) dan ego ideal. Kata hati didapat melalui hukuman oleh orang tua, sedangkan ego ideal dipelajari melalui penggunaan penghargaan. Superego dapat obyektif dan lingkungan proses rohaniah yang lebih tinggi maka superego dapat dianggap sebagai hasil sosialisasi dengan adat tradisi kebudayaan.[24] Superego dalam peranannya sebagai penguasa dari dalam dirinya kemudian mengambil tindakan serangan terhadap ego. Setiap kali ego mengandung pikiran untuk memusuhi atau memberontak terhadap seorang yang berkuasa di luar. Oleh karena itu ego merupakan agen dari penghidupan superego dengan jalan berusaha untuk menghancurkan ego mempunyai tujuan yang sama dengan keinginan mati yang semula dalam id. Itulah sebabnya maka superego dikatakan menjadi agen dari naluri-naluri kematian.[25]
F.  AGAMA MENURUT SIGMUND FREUD
Agama lahir dari keinginan manusia dan karena itu merupakan ilusi. Agama adalah penghiburan yang dibutuhkan manusia karena bengisnya hidup di dunia ini. Begitulah Freud. Nampaknya Freud dan Marx sama-sama memiliki kesimpulan tentang agama yang merupakan candu. Menurut Freud dan Marx, agama tak lain dari sekedar pelarian manusia dari dunia yang tidak berpengharapan (Sharf, 1995:119). Ketika manusia menghadapi konflik, depresi, stres, dan cemas dalam hidupnya maka ia membutuhkan ‘obat’ untuk meredakan ‘rasa sakit’ itu.   Dalam buku The Future of an Illusion Freud menulis: “religion would this be the universal obsessional neurosis of humanity, like the obsessional neurosis of Children, it arose out of Oedipus complex, out of the relation to the father. If this view is right, it is to be supposed that a Training-away from religion is bound to occur with the fatal inevitabelity of a process of growth, and that we find ourselves at this very juncture in the middle of that phase of Development” (Freud, 1961:41; Pals 2006: 73).
Freud berpikir bahwa agama hanyalah pelampiasan kekecewaan dan pelarian dari kenyataan. Freud juga ‘menyarankan’ untuk membentuk sikap kritis-rasional dan membuang segala ilusi serta penipuan daripada menerima suatu kepercayaan yang tidak punya dasar rasional. Di sini Freud meyakini bahwa perilaku keberagaman seseorang berada dalam alam bawah sadar. Dalam artikel pertamanya, “Obsessive Action and Religious Practices”, Freud menyebut kegilaan obsesif sebagai bagian ‘patologi bentuk agama’ dan agama sendiri merupakan bagian ‘kegilaan obsesi universal’.
Argumen Freud di bangun dari kenyataan bahwa segala macam ritual dan upacara keagamaan adalah bentuk kegilaan obsesif manusia semata. Karena manusia tidak sadar ketika melakukan ritual-ritual agama. Jika dilihat dalam kenyataan sehari-hari, barangkali teori Freud ada benarnya. Faktanya, mayoritas kaum agamawan sering beribadah tidak muncul dari kesadaran mereka. Sungguh sayang, jika perilaku ritual agama muncul tanpa kesadaran. Sering hanya untuk mengurangi rasa cemas, bersalah, ancaman, atau bahkan dengan motif-motif destruktifnya. Dalam kotek inilah teori Freud menemukan relevansinya dengan realitas keberagamaan di Indonesia.  
F. PENUTUP
Sigmund Freud adalah seorang psikologi yang mempelopori penyelidikan psikoanalisis sehingga dikenal dengan bapak penjelajah dan pembuat peta ketidaksadaran manusia. Dalam teorinya tentang kepribadian Freud membaginya dalam 3 tingkatan mental: alam tidak sadar, alam sadar, alam bawah sadar.
Menurut Freud agama hanyalah suatu pelampiasan kekecewaan dan pelarian dari kenyataan. Freud meyakini bahwa perilaku keberagamaan seseorang dikendalikan oleh hasrat seksual yang bersumber dari alam ketidaksadaran. Freud menyebut agama sebagai sikap kegilaan obsesif umat manusia. Sebab itu, Freud juga berharap agar seseorang memiliki sikap kritis dan rasional serta membuang segala ilusi dan penipuan termasuk menihilkan agama yang kata Freud tidak logis.  
Daftar Pustaka
Kees Bertens, Panorama Filsafat Modern, (Jakarta: Gramedia 2005), hal. 117-166
Jenny Edkins, Nick Vaughan Williams, Teori-Teori Kritis [terj.], (Yogyakarta: Pustaka Baca, 2010), hal. 227-232
John Lechte, 50 Filsuf Kontemporer, Dari Strukturalisme sampai    Postmodernisme [Terj.], (Yogyakarta: Kanisius,2007), hal. 44-50
ReubenFine, Ph.D., Private Practice, Psychoanalysis, Direktur, New York.
 Sigmund Freud, Kenangan Masa Keci Leonardo da Vinci, terj. Yuli Winarno (Yogyakarta: Jendela, 2002), hlm. xi
Sigmund Freud, Peradaban dan Kekecewaan, terj. Apri Danarto (Yogyakarta: Jendela, 2002), hlm. viii
Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian (Yogyakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 142
Dr. BimoWalgito, Pengantar Psikologi Umum (Yogyakarta: Andi Offset, 2002), hlm.61
Sigmund Freud, Memperkenalkan Psikoanalisa, hlm. xii
Sigmund Freud, Sekelumit Sejarah Psikoanalisa, terj. K. Bertens (Jakarta: PT.
Gramedia, 1983), hlm. 4
E. Koeswara, Teori-Teori Kepribadian (Bandung: Eresco, 1991), hlm. 29-30
Dr. Singgih Dirgagunarsa, Pengantar Psikoogi (Jakarata: Mutiara, 1978), hlm. 61-62
Sigmund Freud, On The History of The PhychoanalyticMovement (1914), hlm.116.
Calvin S. Hall, Freud Seks Obresi Trauma Dan Katarsis, terj. DudiMisky (Jakarta: Debapratesa, 1995), hlm. 29-30
Paulus Budiraharjadkk, Mengenal Teori Kepribadian Mutakhir (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm. 21
Hasan Syarkawi, Melihat S. Freud Dari Jendela Lain (Solo: Studio Press, 1991), hlm.17
Drs. Irwanto dkk, Psikologi Umum, (Jakarta: PT. Gramedia, 1989), hlm. 238
DanahZohar dan LanMarsal, SQ; Meningkatkan Kecerasan Spiritual Dalam BerfikirIntegralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan (Bandung: Mizan Media Utama, 2000), hlm. xviii
Freud, Sigmund, “The Future of an Illusion”, in The Standar Edition of the complete psychological Works of Sigmund Freud, London: Hogarth Press, 1961.  





[1] Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
[2]ReubenFine, Ph.D., Private Practice, Psychoanalysis, Direktur, New York.
[3]Sigmund Freud, Kenangan Masa Keci Leonardo da Vinci, terj. Yuli Winarno (Yogyakarta: Jendela, 2002), hlm. xi
[4]Sigmund Freud, Peradaban dan Kekecewaan, terj. ApriDanarto (Yogyakarta: Jendela, 2002), hlm. viii
[5]  Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian (Yogyakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 142
                [6] Sigmund Freud, Kenangan Masa Kecil..., hlm. xi-xii
[7]  Ibid., hlm. xxix
[8]  Dr. BimoWalgito, Pengantar Psikologi Umum (Yogyakarta: Andi Offset, 2002), hlm.61
[9] Sigmund Freud, Memperkenalkan Psikoanalisa, hlm. xii
[10]Sigmund Freud, Sekelumit Sejarah Psikoanalisa, terj. K. Bertens (Jakarta: PT.
Gramedia, 1983), hlm. 4
[11]  E. Koeswara, Teori-Teori Kepribadian (Bandung: Eresco, 1991), hlm. 29-30

[12] Dr. Singgih Dirgagunarsa, Pengantar Psikoogi (Jakarata: Mutiara, 1978), hlm. 61-62
[13]  Sigmund Freud, On The History of The PhychoanalyticMovement (1914), hlm.116.
[14] Sumadi Suryabrata, Psikologi Kepribadian.., hlm.145
[15] Sigmund Freud, Memperkenalkan Psikoanalisa..., hlm. l67
[16] Calvin S. Hall, Freud Seks Obresi Trauma Dan Katarsis, terj. DudiMisky (Jakarta: Debapratesa, 1995), hlm. 29-30
[17] Ibid., hlm. 35
[18]  Paulus Budiraharjadkk, Mengenal Teori Kepribadian Mutakhir (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hlm. 21
[19] Calvin S. Hall, Freud Seks Obresi Trauma Dan Katarsis, terj. Dudi Misky (Jakarta: Debapratesa, 1995), hlm. 37-38
[20] Ibid., hlm. 41
[21] Hasan Syarkawi, Melihat S. Freud Dari Jendela Lain (Solo: Studio Press, 1991), hlm.17
[22]  Drs. Irwanto dkk, Psikologi Umum, (Jakarta: PT. Gramedia, 1989), hlm. 238
[23] Danah Zohar dan Lan Marsal, SQ; Meningkatkan Kecerdasan Spiritual Dalam Berfikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan (Bandung: Mizan Media Utama, 2000), hlm. xviii
[24] Calvin S. Haal, Freud Seks Obresi... , hlm. 46
[25] J.P.Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, terj. dr. Kartini Kartono (Jakarta: PT.RajaGrafindo, 1999), hlm. 394

Tidak ada komentar:

Posting Komentar