MENGURAI
SEKILAS FAHAM LIBERAL
Salah
satu upaya barat untuk menjauhkan umat Islam
dari agama Islam yaitu dengan misi liberalisasi. Dintaranya dengan kristenisasi, yaitu misi penyebaran
agama Kristen dengan merubah cara berfikir umat Islam. Latar belakang dijalankannya kristenisasi,
Pertama, dari ajaran injil itu sendiri, sebagaimana yang ceritakan oleh Irene Hadono (mu’allaf yang telah lama masuk Islam) menyatakan bahwa dalam kitab injil disebutkan, setiap umat
kristen harus membawa domba-domba tersesat untuk mengikuti agama mereka. Barang
siapa yang mendapati domba-domba tersebut maka ia telah melakukan pengabdian
kepada Tuhannya (Injil Matius 15 ayat 24). Domba-
domba tersesat tersebut ialah umat Islam, Yahudi, Hindu, dan umat lainnya. Ayat
Injil tersebut mengindikasikan adanya kristenisasi ke seluruh dunia.
Kedua, Samuel Zwemmer,
dalam konferensi gereja di Quds berkata, “Misi
utama kita bukanlah menghancurkan kaum Muslimin,
namun mengeluarkan seorang Muslim
dari Islam. Sebagai seorang Kristen tujuan kalian adalah
mempersiapkan generasi baru yang jauh dari Islam, generasi yang sesuai dengan
kehendak kaum penjajah, generasi malas yang hanya mengejar hawa nafsu.” Programnya, menjauhkan umat Islam dari agamanya sendiri, menjauhkan Islam dari al-Qur’an dan hadis.
Di
antara serangan yang di sebarkan ialah melalui pola fikir, budaya, dan
nilai-nilai kehidupan. Aktualisasi dari serangan tersebut, mereka menyebarkan
wacana wacana politik, pemikiran, budaya. Maka di Indonesia munculah Islam liberal. Liberal menurut Kurzman, adalah suatu bentuk
penafsiran baru atas agama Islam dengan wawasan keterbukaan pintu ijtihad pada
semua bidang. Juga penekanan pada semangat religio-etik, bukan pada makna
literal teks, kebenaran yang relatif, terbuka dan plural, pemihakan pada yang
minioritas dan tertindas, kebebasan beragama dan kepercayaan, bahkan untuk
tidak beragama sekalipun, dan pemisahan otoritas agama dan otoritas politik.
Menurut cara pandang Islam liberal, kemaslahatan hukum tersebut bisa diidentifikasi
melalui keselarasannya dengan nilai-nilai universal, dalam perspektif penalaran rasional. Nilai-nilai
universal tersebut hadir dalam bentuk anatara lain: HAM,
keadilan, kesetaraan
gender, kesederajatan, kemanusiaan,
sosio- kultural, dan geo-politik.
Kemudian, timbulah pluralisme agama, yang menyatakan bahwa semua agama sama
inti dari konsep tersebut. Kita harus melihat agama dari kacamata yang sama,
yaitu atas dasar Tuhan, padahal di dalam Islam telah ada konsep ketuhanan yang
paten yaitu tauhid, sebagaimana yang tercantum dalam surat al-Ikhlas. Namun
dalam Islam tidak menafikan adanya toleransi beragama, bukan mengakui semua
agama sama. Humanisme, yaitu konsep yang menjadikan
manusia, dan nilai kemanusianya menjadi tolak ukur segala sesuatu. Semua yang memberatkan manusia atau
yang tidak berprikemanusiaan harus dikritisi kembali, dampaknya ketika
bersinggungan dengan masalah agama banyak konsep humanisme yang mendobrak tatanan
hukum yang telah berjalan.
Contohnya, dalam qishas, Islam liberal mengatakan bahwa hukum qishas sudah
tidak relevan dengan asas kemanusiaan. Maka ayat-ayat tentang qishas harus
direinterpretasi lagi, sehingga ayat tersebut tidak bertentangan dengan hak asasi manusia. Dari masalah di atas maka mereka
menawarkan konsep hermeneutika untuk
menafsirkan ulang kembali pemaham tentang penafsirkan Al-Qur’an yang lebih condong menggunakan akal dalam mentafsirkannya. Pangkal tolak hermeneutika kaum liberal adalah bahwa
al-Quran perlu direinterpretasi secara kritis. Satu dua intelektual muda
liberal dengan sangat berani memastikan adanya kesalahan atau kekurangan dalam
al-Qur’an. Darimana akar hermeuneutika itu berkembang?
Ternyata
hermeuneutika itu sendiri berasal dari para filosof barat. Mereka menggunakan hermeuneutika untuk
studi yang terkait dengan pengembangan aturan-aturan dan metode-metode yang dapat membimbing penafsiran
bibel. Diantara penggagas heurmeneutika ialah Schleiermacher dan
William Dilthey. Pada perkembangannya, heurmeuneutika banyak diadopsi oleh para
pemikir Muslim liberal,
diantaranya Nasr Hamid Abu Zayd dan Mohammed Arkoun, serta
antek-anteknya untuk mereinterpretasi Al-Qur’an. Kedudukan al-Qur’an dan bibel sangat jauh sekali. Al-Qur’an lafadz dan maknanya adalah wahyu, sedangkan bibel sudah menjadi dirkursus manusia, dan sudah bukan lagi risalah Ilahi, bahkan
sudah banyak modifikasi dengan pemikiran manusia. Maka tidak bisa
mensejajarkan antara wahyu dan teks yang berkembang pada manusia, atas hasil
budi daya yang tertuang dalam sebuah historis.
Jadi,
liberalisasi telah mempengaruhi pola fikir umat Islam. Umumnya mempengaruhi semua elemen masyarakat yang ada
baik orang elit maupun orang desa sekalipun yang tidak tahu apa-apa. Semuanya
tergiring kepada arus globalisasi serta liberalisasi. Dengan berjalannya waktu masyarakat terlena akan semua hal
itu, sehingga lupa akan apa-apa yang telah di ajarkan Islam mulai dari falsafah
hidup, nilai-nilai, gaya hidup dan banyak lagi. Contoh sangat sederhana sekali
dalam masalah adab berpakaian, Islam
mengajarkan adab berpakaian mulai dari do’a berpakaian sampai kepada pakaian
apa yang layak untuk digunakan. Dalam Islam
standar berpakaian seorang laki-laki harus menutupi aurat, yaitu antara pusar
dan lutut, dan untuk wanita harus menutupi seluruh anggota tubuhnya, kecuali muka dan telapak tangan.
Alangkah
indahnya apabila contoh yang sederhana ini dijalankan oleh umat Muslim maka tidak akan ada pelecehan terhadap perempuan.
Setidaknya memperlambat proses dengan pakaian yang Islami. Akan tetapi oleh kaum feminis itu dianggap penindasan
terhadap perempuan padahal itulah yang terbaik buat perempuan. Sebenarnya tidak
terlalu risau dengan misi-misi itu karena Allah telah mengingatkan umat Islam
dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 120. Maka itulah di antara sederetan orang barat untuk
menjauhkan Umat Islam dari agama Islam dan berpaling menuruti mereka, dan
masalah itu sekaligus menjadi tantangan umat Islam dewasa ini.
Referensi
Hamid, Fahmy Zarkasyi, liberalisasi pemikiran Islam.
CIOS, ISID,Gontor 2009 , 48.
Anas Malik Thoha .
tren pluralism agama, Depok Gema Insani,2005, 15
Adian Husaini, hermeneutika dan Tafsir al-qur’an
,Gema Insani depok 2007,49
Adian Husaini, Hermeuneutika dan tafsir
al-Qur’an Gema insane Jakarta 2007Fritjof cafra, the hidden connection,strategi
sistemik melawan kapitalisme baru. Perpustakaan Nasional, Bandung 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar