Minggu, 03 Januari 2016

MEWUJUDKAN KEJAYAAN UMAT Dengan KEMURNIAN TAUHID

MEWUJUDKAN KEJAYAAN UMAT
Dengan
KEMURNIAN TAUHID
Oleh : Thoriqul Islam


وَلِلّهِ مَا فِيْ السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِيْنَ أُوْتُوْا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيّاكُمْ أَنِ اتَّقُوْا اللّهَ وَإِنْ تَكْفُرُوا فَإِنَّ للّهِ مَا فِيْ السَّمَاوَاتِ وَمَا فِيْ الأَرْضِ.

“Dan kepunyaan Allah-lah segala yang ada di Langit dan yang ada di Bumi. Dan sungguh kami telah mewasiatkan kepada orang-orang ahlulkitab sebelum kalian dan kepada kalian agar kalian bertakwa kepada Allah. Dan jika kalian kafir maka sesungguhnya kepunyaan Allah segala yang ada di Langit dan yang ada di Bumi ...” (An-Nisa: 131).

Sesungguhnya Tauhid yang murni dan bersih adalah inti ajaran dari semua risalah samawiyah yang diturunkan Allah Ta’ala. Ia adalah tiang penopang yang menegakkan bangunan Islam. Ia adalah syiar Islam yang terbesar yang tak dapat terpisahkan dari Islam itu sendiri. Inilah pesan utama Allah kepada Rasul-Nya yang diutus kepada umat manusia.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِيْ كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُوْلاً أَنِ اعْبُدُوا اللّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوت.

“Sungguh Kami telah mengutus kepada setiap ummat seorang rasul (untuk menyampaikan): Sembahlah (oleh kalian) akan Allah dan jauhilah thaghut.” (An-Nahl: 36).
Itulah misi utama para Rasul; menegakkan penyembahan dan penghambaan hanya kepada Allah serta menafikan dan menjauhi segala bentuk thaghut. Dan yang dimaksud dengan thaghut adalah segala sesuatu yang menyebabkan seorang hamba melampaui batas-batas yang seharusnya tak boleh ia langgar, baik berupa sesembahan, panutan dan ikutan. Sehingga thaghut setiap kaum/komunitas adalah siapapun yang mereka jadikan sumber dasar hukum selain Allah dan Rasul-Nya, yang mereka jadikan Tuhan selain Allah Subhanahu wa Ta'ala, yang mereka taati meskipun dimurkai dan tidak diridoi Allah Ta'ala.
Kedua unsur penting inilah yang terangkai dalam kalimat suci La ilaha illallah (tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah). Di atas Kalimat Tauhid yang murni dan mulia itulah Rasulullah SAW membangun umatnya, di atas landasan yang kokoh itulah beliau menegakkan dakwah, dari situlah beliau menegakkan generasi yang hanya meng-Esa-kan Allah Yang Maha Esa dan membebaskan diri mereka dari cengkraman selain-Nya. Dan ketika seorang Mujahid (orang yang bertauhid) mengucapkan dan melantunkan kalimat Tauhid itu, maka seharusnya ia meyakini dua hal yang menjadi tujuan dari kalimat suci tersebut. Apa dua tujuan itu?.
Tujuan pertama adalah menegakkan yang hak dan membersihkan yang batil. Sebab makna yang sesungguhnya dari kalimat Tahlil itu adalah tidak ada yang berhak untuk disembah selain Allah. Sehingga segala sesuatu selain Allah adalah batil dan tidak berhak mendapatkan martabat ketuhanan (hak-hak untuk disembah). Dan lihatlah bagaimana Rasulullah SAW membersihkan Jazirah Arab dari kotoran-kotoran dan kekuasaan taghut dan patung-patung sesembahan. Ingatlah bagaimana batu besar saat itu yang bernama Hubal yang dikelilingi 360 berhala dihancurkan oleh Rasulullah SAW dengan tangan beliau yang mulia pada saat beliau memasuki kota Makah dengan penuh kemenangan.
Kemudian tujuan yang kedua adalah untuk mengatur dan meluruskan perilaku manusia agar selalu dalam lingkaran tauhid yang murni kepada Allah yang terpancar dari Kalimat Tauhid. Agar semua tindak-tanduk manusia dilandasi oleh keyakinan bahwa Allah-lah satu-satunya Tuhan Yang Maha Kuasa.
Dan agar kalimat Tauhid itu dapat dipahami sebagai pengatur perilaku manusia maka ada tujuh syarat yang harus dipenuhi, yaitu: al-’ilm (mengetahui) maknanya yang benar, al-yaqin (meyakini) kandungan-nya tanpa ada keraguan, al-ikhlas} (ikhlas) tanpa ternodai oleh syirik, ash-sidq (membenarkan) tanpa mendustakannya, al-qabul (menerimanya) dengan penuh kerelaan tanpa menolaknya, tunduk pada konsekwensi kalimat Tauhid (al-inqiyad), dan semua itu harus dilandasi dengan al-mahabbah (cinta) kepada Allah SWT.

Bila ketujuh syarat tersebut telah terpenuhi maka seluruh ibadah dan amal kita akan selalu terhiasi dan diterangi oleh kemurnian Tauhid, sehingga semuanya dikerjakan hanya karena Allah, tidak ada lagi permintaan tolong selain kepada Allah, tidak ada lagi tawakal kecuali kepada Allah, tidak ada lagi pengharapan dan rasa takut selain kepada Allah, tidak ada lagi kekuatan selain pertolongan Allah. Dari sinilah, seorang mujahid akan merasakan dari lubuk hatinya yang terdalam bahwa segala sesuatu selain Allah adalah lemah dan tidak berdaya. Maka ia tidak lagi takut kebengisan dan kekuatan para makhluk, tidak lagi terpedaya oleh kilau duniawi, dan baginya tidak mungkin ada yang dapat manandingi Allah, tidak ada yang dapat menghalangi apapun yang dikehendaki Allah SWT. Sehingga baginya bergantung kepada selain Allah adalah suatu kelemahan dan berharap kepada selain Allah adalah sebuah kesesatan.
Sejak dahulu hingga sekarang, begitu banyak manusia yang tersesatkan oleh keyakinan berbilang “tuhan” yang disembah, yang dapat dimintai pertolongan, yang dapat dijadikan sumber hukum dan yang berhak mendapatkan kekhususan-kekhususan ketuhanan. Dan keyakinan ini adalah sebuah kesesatan yang nyata yang telah diperangi oleh Islam dengan keras. Sehingga tidaklah mengherankan bila Tauhid yang murni kemudian menjadi syiar terpenting Islam yang selalu ada dalam aspek iktikad dan amaliah. Dengan syiar inilah Islam dikenal bahkan karenanya Islam diperangi. Seputar syiar ini pulalah pertentangan antara ahlul haq dan ahlul batil terus berlanjut.
Dan sesungguhnya kemunduran dan musibah-musibah yang selama ini menimpa umat Islam adalah disebabkan mereka tidak lagi memperhatikan syiar yang penting ini. Lemahnya ikatan tauhid dalam jiwa-jiwa mereka adalah sebab utama dari berbagai kekalahan kaum muslimin dan kemenangan musuh-musuh mereka yang kita saksikan dalam kurun waktu yang cukup lama. Banyak di antara kaum muslimin yang tenggelam dalam kebodohan terhadap tauhid ini, sehingga mereka mendatangi penghuni-penghuni kubur, berdoa didepan batu-batu nisannya, meminta pertolongan penghuninya saat susah dan sedih. Bahkan lebih dari itu, seringkali mereka memuji dan mengagungkan panghuni kubur itu dengan ungkapan-ungkapan yang hanya pantas diberikan kepada Allah Rabbul ’alamin.

Dikarenakan lemahnya keyakinan akan pertolongan Allah, banyak di antara kaum muslimin yang kemudian menggunakan jimat dengan menggantungkan di tubuh mereka karena yakin hal itu akan mendatangkan keselamatan dan menghindarkannya dari marabahaya.
Semua yang disebutkan di atas adalah sekedar contoh terhadap model-model kesyirikan yang dilakukan sebagian kaum muslimin. Dalam kenyataan sehari-hari kita akan menemukan model-model lain dari perilaku syirik itu dalam berbagai aspek kehidupan kaum muslimin, yang kemudian disadari atau tidak menyebabkan lemahnya keyakinan mereka terhadap kemaha-besaran, kemahakuasaan, kemahaperkasaan Allah. Karena Tauhid mereka lemah, maka merekapun tidak begitu yakin lagi dengan pertolongan Allah, sehingga dengan amat sangat mudahnya musuh-musuh mereka menyebarkan rasa takut lalu mengalahkan mereka.
Dengan demikian telah jelaslah, bahwa rahasia kejayaan kaum muslimin terletak pada sejauh mana mereka menegakkan Tauhid yang murni dalam segala kehidupan mereka. Bukankah kejayaan dan kemengangan itu telah diraih oleh generasi pendahulu ummat ini, ketika mereka telah terlebih dahulu menghujam nilai-nilai Tauhid tersebut ke dalam kalbu mereka? Bukankah kejayaan dan kecemerlangan itu mereka dapatkan ketika mereka meyakini bahwa misi utama mereka adalah mengeluarkan ummat manusia dari penghambaan kepada sesama makhluk menuju penghambaan hanya kepada Sang khaliq?.

Oleh sebab itu, bila kita sekalian bertekad mengulang kembali kesuksesan dan kejayaan generasi As-Salaf As-Shalih} itu, maka tidak ada jalan lain selain menapaki jejak mereka; menegakkan kemurnian Tauhid dalam pribadi kita masing-masing. Wallahu a’lam bis sawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar